Allah Yang Maha Penyayang telah memberikan contoh kepada umat manusia untuk saling menyayangi, baik yang muda kepada yang lebih tua, seorang anak kepada orang tua, atau seorang laki-laki kepada wanita.
Allah SWT memberikan rasa cinta sebagai anugerah umat manusia. Perasaan cinta merupakan bukti ke-Maha Kuasa-an Allah SWT yang diberikan kepada makhluq yang ahsani taqwiim. Itu bentuk kesempurnaan ciptaan yang Maha Esa. Rasa cinta sering tumbuh mengharumkan pada setiap jiwa manusia dan hati, begitu juga dengan perasaan cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Cinta adalah fitrah manusia, makna cinta harus sesuai tauladan Nabiyyuna Khotimul Ambiya’. Dikemas dengan akhlaq mulia, dan disandarkan kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, cinta yang diniatkan dengan kesenangan dapat membawa pada kemaksiatan, diawali dengan kebohongan, dan berakhir dengan berantakan sehingga nafsu liar pun tak terkendalikan.
Agama islam telah menjadi agama yang sempurna, di dalamnya terdapat aturan-aturan yang mengendalikan perasaan kepada yang lainnya. Sehingga cinta yang kuat akan melanggengkan dan membahagiakan, menghantarkan hubungan rumah tangga meraih surga yang dijanjikan. Oleh karena itu laki-laki yang sholih tidak asal memilih wanita kemudian menjadikan pendamping rumah tangga.
Berikut 10 faktor saat perasaan cinta tumbuh dari seorang laki-laki untuk memilih wanita yang akan dijadikan pendamping hidupnya.
- Faktor Beraqidah Islamiyah
Sebuah keluarga menjadi madrasah utama bagi anak-anak kita, belajar ketauhidan, memberikan pengajaran, mendidik dengan ketaqwaan. Jika madrasah itu rapuh maka anggota keluarga yang lain pun larut dalam kerapuhan aqidah. Faktor yang sangat penting bagi seorang laki-laki yaitu memilih pendamping yang memiliki benteng aqidah islamiyah, kokohnya benteng harus dipahami betul oleh wanita sholihah, ia menjadi peran dan fungsi bersama suaminya mendidik anak menjadi penerus generasi islam yang beraqidah islaimiyah.
Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221).
- Faktor Pengamalan Agama yang Kuat
Sebagian lelaki memiliki banyak pilihan dalam mencintai wanita. Ada yang cenderung pada kecantikan dan postur tubuh, ada pula yang memilih karena status sosial maupun pendidikan, dan tidak sedikit lelaki yang memilih karena wanita faktor kaya harta. Namun sebaliknya seorang lelaki yang memilih karena faktor agama, mengamalkan di setiap masa, maka itulah yang diwasiatkan oleh tauladan kita, itulah wanita sholihah menjadi dambaan lelaki sholih.
Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)
- Faktor nasab yang baik
Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihatkan anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”
“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)
- Faktor Jasmani Sehat dan Berkepribadian Penyayang
Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).
Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)
- Faktor Masih Gadis/Muda
Seorang gadis yang sholihah lebih menjaga diri dan sifat-sifat wanita telah yang masih alami. Ia penuh malu, manis bertutur, mau bermanja ria, tak akan berkhianat karena tak pernah ada ikatan rasa cinta dalam hatinya, terkecuali oleh yang meminangnya kelak. Cinta seorang gadis tak akan pernah terbagi dengan lelaki lain, dan hanya patuh taat kepada suaminya.
Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya. Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian dalam membina keluarga bersama.
Suatu saat Aisyah menanyakan langsung kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Itulah aku.”
Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Jabir.
Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”
- Faktor Sifat Lemah Lembut dan Bertutur Kata Manis
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai ‘Aisyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”
- Faktor yang dapat Menyejukkan Pandangan bagi suami
Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)
- Faktor yang Dapat Menolong Suami dan Keluarga Selalu Bertakwa
Istri yang shalihah adalah perhiasan mulia, ia mampu menggunakan kemuliaan itu sebagai tabungan di hari kiamat karena membantu suami dan membina anak-anak dalam ketaqwaan. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”
- Faktor Pribadi yang Pandai Bersyukur Terhadap Pemberian Suami
Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).
10. Faktor Kecerdasan dan Bijak Mengungkapkan Pendapat
Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.
Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”
Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”
Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih.
Wallahu A’lam. (pm)