Apa yang tidak bisa dipalsukan di Indonesia? Vaksin palsu, kartu BPJS palsu dan yang terbaru nabi palsu.
Adalah Abdul Muhjib yang menghebohkan warga Medal Sari yang mengaku sebagai nabi. Lucunya nabi KW ini memberi kesempatan kepada semua orang untuk masuk surga dengan membeli tiket kepadanya seharga Rp 2 juta.
Melihat kondisi seperti itu, warga melaporkan Muhjib ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Karawang. Majelis pun meminta Abdul Muhjib dan lima temannya untuk bertobat kemudian diminta menandatangai surat perjanjian dengan MUI tidak akan menyebarkan ajaran yang dianggap sesat dan menyesatkan itu.
Sebelum dibawa ke Polres Karawang, Rabu lalu, Abdul Muhjib kembali mengaku sebagai nabi.
Jauh sebelumnya kita juga dihebohkan dengan berbagai aliran sesat dan nabi palsu, tidak hanya seorang Muhjib belaka. Dari itu semua, ada hal yang terlupakan sehingga fenomena ini masih saja ada.
1. Pembinaan Agama yang Masih Lemah
Harus diakui oleh kalangan organisasi atau elemen masyarakat yang masih lemah melakukan pembinaan agama terhadap lingkungan sekitarnya. Euphoria semaraknya pengajian dan ceramah baru menyentuh kulitnya saja, sementara akar rumput terlewat dari sentuhan pembinaan (tarbiyah). Para dai sudah merasa nyaman hanya ceramah di masjid-masjid dan di bawah kucuran dinginnya pendingin udara.
Jumlah agama palsu dan aliran sesat yang kerap bermunculan tiap tahun mengindikasikan bahwa begitu gampangnya aliran sesat lahir dan gampang mendapat iming-iming yang ‘murah meriah’ seperti tiket masuk surga.
“Kita tetap harus memberikan nasihat. Itu perintahnya, kita itu ngajak bener dengan hikmah, dengan bijaksana. Kalau dengan emosi, dengan kekerasan, orang yang disangkakan tidak dapat pencerahan, nanti tersinggung, ujung-ujungnya dia merasa bener atau salah ini kebebasan saya. Malah jadi masalah. Tapi dengan nasihat, maka jadi lebih baik. Kita bersikap lembut, kelembutan salah satu indikator yang menciptakan keberhasilan dalam dakwah,” kata Ustadz Hilman seperti dilansir laman resmi partainya.
2. Tangan Pemerintah Tak Bercampur
Campur tangan atau andil pemerintah juga menjadi faktor utama dan penting. Baik departemen agama atau institusi sosial manapun. Fenomena ajaran sesat dan nabi palsu sering terjadi tapi tak ada tindak lanjut yang berarti.
Lain soal ketika kasusnya jika dihadapkan tindakan anarkisme dan terorisme, barulah pemerintah kebakaran jenggot. Padahal ajaran sesat dan nabi palsu juga sebuah terorisme yang merongrong keyakinan umat beragama.
Hanya sebagian kecil pemerintah yang ikut urun suara tentang nabi palsu.
“Saya katakan jangan resah kalau ada yang aneh-aneh di luar ajaran agama, itu sesuatu yg salah,” kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Jumat (5/8) kepada awak media.
Aher meyakini tidak ada ajaran agama mana pun di dunia ini yang nabi-nya bisa menjual tiket ke surga.
“Itu di ajaran agama ada enggak yang seperti. Enggak ada kan. Kalau tidak ada kan gampang, jangan kan MUI kita saja bisa mengatakan mengatakan tidak benar,” kata dia.
3. Payung Hukum yang Sunyi
Di negara ini ajaran sesat dan nabi palsu tidak pernah dianggap melawan hukum. Jika ada yang ditangkap tangan, pasal hukum untuk menjerat bukan disebabkan urusan keyakinan yang sesat, tapi hanya status meresahkan publik.
4. Pahlawan Kesiangan Pembela Aliran Sesat
Di tengah kechaosan akidah ini, makin diperparah dengan munculnya para pahlawan kesiangan.
Aliran sesat yang sudah banyak ini semakin subur ketika kelompok liberalis ikut-ikutan membela mereka. Sebenarnya alasannya sudah basi dan out of date atau ketinggalan zaman. Alasan paling banter adalah kebebasan memilih agama atau kebebasan untuk menafsirkan ajaran keyakinan.
Dalam kamus kaum liberalis, kebebasan berpikir adalah tuhan yang tidak bisa dibantah.
Wallahua’lam. [Paramuda/BersamaDakwah]