Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Shafiyyah, Wanita Mulia dan Pemberani (Bagian 3)

Shafiyyah, Wanita Mulia dan Pemberani (Bagian 3)

0
Ilustrasi (hdw)

Lanjutan dari Shafiyyah, Wanita Mulia dan Pemberani (Bagian 2)

Di kisah tadi cukuplah bagi kita melihat peran Shafiyyah yang penuh semangat kepahlawanan yang tak tertandingi dalam perang Uhud, ketika ia keluar bersama kaum muslimin dengan sejumlah wanita lainnya demi berjihad di jalan Allah Ta’ala.

Ia sibuk membawakan air, memberi minum kepada mereka yang haus, meraut dan meruncingkan anak panah, dan mengikuti peperangan dengan seluruh perasaannya.

Ketika Sayyidah Shafiyyah menyaksikan kaum muslimin meninggalkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kecuali beberapa shahabat saja yang bertahan bersama beliau.

Shafiyyah melihat kaum musyrikin telah hampir dapat mencapai posisi Nabi. Ia melemparkan tempat airnya dan segera merengsek maju bagaikan singa betina yang anak-anaknya diserang.

Shafiyyah mencabut tombak dari salah seorang korban lalu maju menyibak barisan prajurit dengan tombaknya itu serta memukulkannya ke wajah-wajah musuh yang dilewatinya.

Lalu ia berteriak kepada kaum muslimin dengan mengatakan, “Celakalah kalian, kalian tinggalkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam?”

Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatnya datang, beliau khawatir jika Shafiyyah akan melihat saudaranya Hamzah yang telah terbunuh, sementara kaum musyrikin juga telah menyayat dan merusak jasadnya dengan keji.

Maka beliau mengatakan kepada putra Shafiyyah, yakni Zubair, “Tahan wanita itu wahai Zubair, tahan wanita itu wahai Zubair.”

Maka Zubair segera menyongsong ibunya dan berkata, “Wahai ibu jangan maju, wahai ibu, jangan maju.” yakni, menjauhlah dari sini.

Maka Shafiyyah berkata, “Minggirlah, sungguh engkau tidak memiliki ibu.” Maka putranya berkata, “Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkanmu untuk kembali.”

Maka Shafiyyah berkata, “Kenapa? Sungguh aku telah mendengar bahwa jasad saudaraku telah dirusak, dan di jalan Allah itu hanyalah pengorbanan yang sedikit.”

Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada Zubair, “Biarkan ia wahai Zubair.” Maka Zubair pun membiarkannya.

Ketika perang telah usai, Shafiyyah berdiri di hadapan saudaranya Hamzah dan mendapati perutnya telah dibelah, hidungnya telah disayat, dan wajahnya telah dirusak.

Ia memohonkan ampunan untuk saudaranya dan kemudian berkata,

“Sungguh semua itu di jalan Allah, aku ridha dengan ketetapan Allah, demi Allah sungguh aku akan bersabar, dan mengharapkan pahala dari-Nya insya Allah.”

Kemudian ia menyenandungkan syair untuk kepergian saudaranya dengan mengatakan,

Tuhan pemilik kebenaran, Sang Pemilik Arsy telah memanggilnya

Menuju surga, di mana ia akan hidup dan kebahagiaan untuk Hamzah

Itulah yang selalu kami inginkan dan kami harapkan

Pada hari kiamat itu akan menjadi sebaik-baik tempat kembali

Begitulah wanita mulia ini memberi kita pelajaran tentang kesabaran dalam menghadapi musibah.

Tidak ada teriakan, amarah, ratapan, ataupun tamparan di wajah. Yang ada hanyalah keridhaan akan ketetapan Allah dan pasrah terhadap keputusan Allah.

Sungguh, wanita besar ini adalah teladan yang baik bagi setiap wanita muslimah, yang mukminah dan jujur dengan keimanannya, yang penyabar dan hanya mengharapkan pahala dari Tuhannya, dan wanita yang berakal, pemberani, serta tidak tergoyahkan oleh cobaan dan kesulitan.

Shafiyyah wafat pada masa kekhilafahan Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu pada tahun kedua puluh hijrah. Pada saat wafat ia berusia tujuh puluh tiga tahun.

Jenazahnya dishalatkan oleh Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu, dan kemudian dimakamkan di Baqi’.

Semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha.

Ditulis kembali dari Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]