Di awal buku Bidayatul Hidayah, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali Rahimahullahu Ta’ala mengingatkan kaum Muslimin akan adanya sekelompok oknum yang terlihat alim, padahal mereka merupakan penghancur agama Islam.
“Ketahuilah bahwa sejatinya engkau sedang berupaya untuk menghancurkan agamamu, membinasakan dirimu, dan menjual akhiratmu dengan duniamu yang sangat murah.” tutur Imam al-Ghazali.
Beliau melanjutkan, “Sudah barang tentu apa yang kamu lakukan akan merugi, daganganmu akan bangkrut, dan ilmu yang engkau dapati justru akan membantumu untuk semakin durhaka, serta menjadi mitramu dalam kerugian.”
Siapakah mereka? Apa yang mereka lakukan hingga dihukumi merusak agama dan menjual akhirat? Mirisnya, ternyata mereka merupakan bagian dari kaum Muslimin. Agamanya Islam.
Imam al-Ghazali juga mengibaratkan mereka sebagaimana yang pernah dipetuahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Ialah seseorang yang memberikan sebilah pedang kepada penjahat. Di tangan penjahat, pedang adalah alat untuk semakin memudahkan kekejian. Sarana untuk semakin menjadi buruk seiring berjalannya masa.
Masih merujuk pada penjelasan Imam al-Ghazali, gelaran buruk ini beliau tunjukkan kepada sebagian orang yang menuntut ilmu, namun keliru. Taujih ini lebih bersifat mengingatkan, agar kaum Muslimin tidak terbuai dengan capaian ilmu semata, tapi melupakan esensi dari ilmu yang mereka peroleh.
Ialah orang yang disebutkan oleh sang Imam dengan mengatakan, “Ialah orang yang menuntut ilmu dengan tujuan bersaing, berbangga-banggaan, agar terlihat menonjol di antara teman-temannya, mencari perhatian orang lain, menarik simpati orang lain, atau untuk menumpuk kekayaan duniawi.”
Kini, jumlah oknum dari kaum Muslimin ini semakin banyak. Bahkan para orang tua pun mendoktrin anak-anaknya, secara langsung atau tidak, hingga anaknya menjadi seperti kelompk yang disebutkan oleh sang Imam.
Ada begitu banyak kaum Muslimin yang menuntut ilmu hanya agar menang dalam berdebat. Agar terlihat bahwa pemahaman dan madzhabnyalah yang paling benar, sedangkan yang lainnya keliru. Agar disegani dan dimuliakan, serta tujuan-tujuan duniawi lainnya.
Orang tua pun keliru dengan mendoktrin kepada anaknya; rajinlah belajar agar mendapatkan nilai yang bagus dan kelak mudah dalam mendapatkan hal-hal duniawi.
Bahwa mengupayakan dunia tidak salah tatkala diniatkan untuk menggapai kemuliaan akhirat. Tetapi, alangkah bijaknya jika ada pemahaman yang menyeluruh bahwa semuanya harus diniatkan untuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Jika niat itu benar, akhirat bahagia, dunia pun mengikuti.
Wallahu a’lam. [Pirman/Bersamadakwah]
*Buku Bidayatul Hidayah bisa dipesan di 085691479667