Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Abdullah bin Abbas, Juru Bicara Ali yang Membuat Khawarij Mati Kutu (Bagian...

Abdullah bin Abbas, Juru Bicara Ali yang Membuat Khawarij Mati Kutu (Bagian 5)

0
ilustrasi (hdw)

Lanjutan dari Abdullah bin Abbas, Juru Bicara Ali yang Membuat Khawarij Mati Kutu (Bagian 4)

Abdullah bin Abbas melanjutkan,

“Adapun perkataan kalian bahwa Ali telah berperang, namun ia tidak mengambil tawanan dan tidak pula harta rampasan perang.

Apakah kalian akan menjadikan ibu kalian Aisyah sebagai tawanan? Ataukah kalian akan menghalalkan darinya apa-apa yang kalian halalkan dari tawanan wanita yang lain?

Jika demikian, sungguh kalian telah kufur. Jika kalian mengira bahwa Aisyah bukanlah Ummul Mukminin (ibu bagi orang-orang yang beriman), maka kalian juga telah kufur, dan keluar dari Islam.

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman,

اَلنَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. Al-Ahzab: 6).

Jadi kalian berada di antara dua kesesatan, maka pilihlah yang kalian kehendaki dari keduanya.

Kemudian Ibnu Abbas berkata, “Apakah aku telah selesai dengan masalah ini?”

Mereka saling memandang satu sama lain, lalu berkata, “Demi Allah, sudah.”

Ibnu Abbas lalu berkata,

“Adapun perkataan kalian bahwa Ali telah menggugurkan dirinya dari jabatan sebagai Amirul Mukminin, maka aku akan ceritakan kepada kalian sesuatu yang kalian ridhai.

Pada peristiwa Hudaibiyah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajak orang-orang Quraisy untuk membuat perjanjian antara beliau dengan mereka.

Maka beliau menulis surat kepada Suhail bin Amr dan Abu Sufyan, beliau berkata,

“Tulislah wahai Ali, ‘Inilah yang disepakati oleh Muhammad Rasulullah.”

Namun orang-orang musyrik berkata,

“Demi Allah, jika kami mengakui bahwa engkau adalah Rasulullah niscaya kami tidak menghalangimu dari Ka’bah, dan kami juga tidak akan memerangimu, akan tetapi tulislah ‘Muhammad bin Abdullah.”

Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,

“Demi Allah, aku benar-benar Rasulullah meskipun kalian mendustakanku, tulislah wahai Ali, ‘Muhammad bin Abdullah.”

Jadi, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih utama daripada Ali, dan ketika beliau menggugurkan kata ‘Rasulullah’ dari perjanjian itu bukan berarti bahwa itu mengeluarkan beliau dari status kenabiannya.

Kemudian Ibnu Abbas berkata, “Apakah aku sudah selesai dengan masalah ini?”

Mereka menjawab, “Demi Allah, sudah.”

Lalu apakah hasil dari dialog ini?

Sepertiga dari khawarij yaitu dua ribu orang bertaubat dan meninggalkan kesesatan mereka. Adapun yang tersisa, yaitu empat ribu orang dari mereka tetap berperang dalam kesesatan.

Dengan ini terlihat jelas oleh kita betapa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu sangat peduli terhadap kesatuan kaum muslimin dan persatuan mereka.

Ia tidak pernah memulai perang terhadap Khawarij selama mereka tidak memulai perang terhadapnya, atau selama mereka tidak mengganggu kaum muslimin dengan perilaku bid’ah mereka.

Prinsip ini terlihat pula dalam sikap Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang mau pergi menemui mereka dan menyediakan dirinya untuk berdialog dengan mereka, serta membantah segala syubhat yang mereka miliki, lalu mengembalikan mereka ke jalan kebenaran.

Ditulis kembali dari kitab Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]