Tak dapat disangkal bahwa seorang suami berhak merindukan keluarganya, begitu juga bagi seorang istri. Namun, permasalahannya adalah sampai di manakah kerinduan dan pengaruhnya pada tingkat pemikiran dan perlakuan sehari-hari?
Sungguh, gambaran ideal sosok wanita yang senantiasa ada dalam otak laki-laki adalah ibu dan saudarinya.
Ia akan selalu membandingkan apa yang dilakukan oleh istrinya dengan apa yang telah dilakukan oleh ibu dan saudarinya sebelum berkeluarga.
Setiap perempuan memasak dengan cara yang telah ia pelajari dan terbiasa di rumah keluarganya, tetapi tidak semua yang dipelajarinya itu benar dan merupakan cara yang ideal, karena sebagian dari apa yang kita pelajari perlu ada penambahan atau pengurangan berdasarkan pengalaman.
Bukankah begitu?
Hal ini sama dengan makanan yang perlu sedikit lagi garam dan cabai, atau makanan yang asin yang butuh dikurangi garam dan cabainya.
Tidak pernah ada dua rumah kembar yang tingkat kesamaannya seratus persen.
Maksudnya, harus ada perbedaan antara cara ibu yang disenangi suami dan cara istri yang ia pelajari di rumah keluarganya, atau baru pertama kali mencobanya di rumah suaminya dengan panduan buku menu masakan.
Suami berhak memprotes istri yang rasa masakannya kurang mengundang selera atau makanan itu rusak karena tidak dimasukkan ke dalam kulkas, sehingga makanan itu basi karena tingkat suhu panas yang naik dan serangan bakteri.
Suami juga berhak menyuruh istrinya untuk kursus mendalami seni membuat makanan dan manisan. Tetapi ia tidak berhak menyalahkan istrinya terus menerus dan membanding-bandingkannya di depan umum.
Jika seperti itu, bagaimanakah seorang istri yang tidak pandai memasak ingin membahagiakan suaminya untuk menghindari percekcokan?
Untuk menjawab pertanyaan ini ternyata ada dua model istri.
Pertama, istri yang tidak cerdas akan menjelek-jelekkan suaminya sebagai anak mama dan tidak patut menikah, karena di dalam tempurung otaknya yang ada hanyalah ibunya, ibunya dan ibunya.
Kedua, istri yang cerdas akan berkata,
“Aku akan pergi ke rumah mertua agar aku mengetahui bagaimana mereka kreatif membuat makanan dan jajanan yang khas.”
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Suami Ingat Masakan Ibu dan Saudarinya? Ini Trik Mengatasinya (Bagian 2)