Lanjutan dari Ja’far bin Abi Thalib, Wajah dan Akhlaknya Menyerupai Nabi (Bagian 2)
Kaum muslimin yang ditindas dan disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy itu keluar dari negeri mereka, Makkah Al-Mukarramah, demi menyelamatkan agama mereka, menuju negeri yang dipimpin oleh raja Habasyah, yang tidak menzhalimi seorang pun di bawah kekuasaannya.
Mereka tidak hanya duduk diam di rumah mereka, namun mereka juga menyebarkan dakwah. Cukuplah menjadi kebanggaan bagi kaum muhajirin bahwa dakwah mereka telah sampai ke istana Najasyi.
Di majelisnya kitabullah (Al-Qur`an) dibacakan, Islam diagungkan, dan Najasyi sendiri masuk Islam, sehingga usaha Ja’far dan kaum muslimin yang bersamanya di Habasyah berhasil memberikan buah yang matang, yang dapat dipetik oleh orang-orang Afrika.
Ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan orang-orang musyrik Makkah, beliau menulis surat kepada Najasyi dan meminta Ja’far dan para shahabatnya untuk pergi ke Madinah.
Najasyi pun mengirim mereka itu dengan sebuah kapal laut.
Ketika mereka tiba di Madinah, kaum muslimin baru saja berhasil menaklukkan Khaibar, dan saat itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya karena kedatangan Ja’far dan para shahabatnya.
Saat melihatnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menciumnya di antara kedua matanya, dan berkata,
“Aku tidak tahu manakah yang menjadikanku lebih bahagia, kedatangan Ja’far atau penaklukan Khaibar?” (HR. Ath-Thabrani).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memeluk Ja’far.
Kedatangan Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu dari Habasyah bukanlah untuk memperoleh waktu istirahat dari kepergiannya yang begitu lama, dan tidak pula untuk bersenang-senang atau berleha-leha untuk beberapa waktu dari kegiatan jihad dan dakwahnya.
Akan tetapi, Ja’far kembali untuk melanjutkan jihad dan dakwah untuk agamanya, bersama kafilah orang-orang yang beriman.
Tidak sampai satu tahun sejak kedatangannya, Ja’far diangkat menjadi salah satu dari tiga orang panglima di dalam pasukan Islam yang akan berangkat memerangi Romawi di Mu’tah.
Itu terjadi pada tahun kedelapan hijrah. Saat itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,
“Hendaklah kalian menjadikan Zaid sebagai panglima, jika ia gugur maka (angkatlah) Ja’far (sebagai panglima), dan jika ia gugur maka (angkatlah) Ibnu Rawahah (sebagai panglima).” (HR. Ahmad).
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Ja’far bin Abi Thalib, Wajah dan Akhlaknya Menyerupai Nabi (Bagian 4)