Zuhud merupakan amalan unggulan di dalam Islam yang mulia. Ialah sikap merasa tidak butuh dengan dunia dan hanya fokus kepada Allah Ta’ala. Sayangnya, ada banyak kaum Muslimin yang terjerumus dalam sikap zuhud yang terlarang. Alih-alih mulia, siapa yang melakukan ini justru terhina di dunia dan akhirat.
Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Imam Ibnul Jauzi dalam kitab Shaidul Khatir.
“Jika zuhud cocok untukku dan aku bisa menyendiri dengan tenang lalu apa yang aku miliki habis, atau orang yang menjadi tanggung jawabku tidak terpenuhi kebutuhannya, bukankah aku telah mengalami kemunduran?”
Kehidupan zuhud bisa jadi cocok untuk seorang Muslim. Akan tetapi, sikap itu akan berdampak sangat buruk jika menjadi sebab habisnya harta dan terbengkalainya kebutuhan keluarganya. Padahal, memenuhi kebutuhan keluarga menjadi kewajiban bagi kepala rumah tangga.
“Biarkan aku mengumpulkan harta yang bisa mencukupi kebutuhanku dan membuatku tidak perlu meminta-minta kepada orang lain.”
Sebaliknya, ketika seorang Muslim bekerja secara professional dan sungguh-sungguh hingga mendapatkan banyak harta, hal itu bisa bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan kaum Muslimin.
Ketika kebutuhan diri dan keluarga tercukupi, ia tidak perlu menjadi peminta-minta dan berhajat kepada orang lain. Bukankah peminta-peminta dipandang hina oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Sehingga berlaku pula julukan mulia bagi siapa yang banyak membantu orang lain dan tidak berhajat kepada manusia.
“Jika diberi umur panjang, aku bisa menikmatinya (harta yang terkumpul). Tetapi, jika yang terjadi adalah sebaliknya, ia (harta) bisa menjadi warisan untuk keluargaku.”
Menikmati harta bukan berfoya-foya. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan saat fisik tak kuat bekerja sehingga bisa fokus untuk beribadah tanpa repot dan pusing memikirkan kebutuhan sehari-hari. Ketika taqdir kematian menyapa, harta yang dikumpulkan tetap bisa digunakan di jalan kebaikan; sebagai warisan untuk ahli waris.
Kondisi meninggalkan ahli waris dalam kekuatan (aqidah, ruhiyah, fisik, dan finansial) adalah lebih disukai oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam daripada menelantarkan ahli waris dalam kekufuran, kemiskinan, dan kelemahan fisik.
Bersemangatlah dalam bekerja. Di sana ada pahala ibadah yang sangat agung. Dan berdosalah bagi siapa yang malas bekerja, padahal tubuhnya dalam kesehatan dan kebugaran.
Wallahu a’lam. [Pirman/Bersamadakwah]