Sepuluh tahun yang lalu, saya mengenal seseorang yang kelihatan dari luarnya sebagai orang yang baik dan istiqamah. Sungguh, hanya Allah yang lebih mengetahuinya dan aku tidak mendahului kehendak Allah.
Orang itu berada di rumah sakit bersama anak putrinya yang mengidap berbagai macam kelainan jantung, saya telah melakukan berbagai macam operasi terhadap anak tersebut.
Selama lima tahun, ia berharap kepada Allah Ta’ala semoga penyakit yang diderita anaknya dapat sembuh. Hari-hari itu mereka jalani dua bulan di rumah dan sebulan di rumah sakit.
Begitulah seterusnya hingga akhirnya anak tersebut dipanggil Allah Ta’ala setelah lima tahun sang ayah menemaninya dengan penuh kesabaran.
Pada bulan Sya’ban 1421 H, saya sedang mencari berkas salah satu pasien anak-anak yang saya tangani.
Tiba-tiba mataku seakan tertuju kepada berkas milik anak perempuan yang mengidap berbagai macam kelainan jantung saat itu.
Saya baru melihatnya lagi sejak sepuluh tahun ini.
Subhanallah, kondisi ini persis dengan kondisi anak yang meninggal lima tahun yang lalu, semua staf rumah sakit tahu dan ingat kejadian itu dikarenakan kesabaran ayahnya.
Saya segera memerintahkan seorang perawat untuk memanggil anak perempuan yang akan saya operasi besok beserta ayahnya. Apa yang saya dapati? Ternyata saya menemui kembali seorang ayah yang telah saya temui sepuluh tahun lalu.
Saat ini ia bersama anak perempuannya yang lain yang mengidap kelainan jantung persis seperti yang dialami oleh saudara perempuannya yang telah meninggal. Maka saya segera menjelaskan keadaannya dan bertanya kepadanya,
“Apakah bapak menyadari bahwa penyakit anak ini persis seperti penyakit yang diderita oleh anak bapak yang telah meninggal beberapa waktu yang lalu?”
Segera ia menjawab, “Tidak.”
Saya tegaskan,
“Penyakit ini persis dengan penyakit yang diderita oleh anak perempuan bapak yang telah meninggal dunia sebelumnya, yakni kelainan jantung.”
Orang itu menangis, bukan tangis kesedihan akan tetapi tangisan doa kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah menguatkan hatinya dan melindunginya jangan sampai setan mencemari kesabaran dan harapannya kepada Allah.
Kesabaran dan harapan orang ini kepada Allah sangat ajaib, setelah menangis ia berkata,
“Dokter, saya mengharap semoga Allah Ta’ala memberikan yang terbaik untuk anakku, dan saya berdoa semoga Dia menguatkan kesabaranku.”
Orang itu terus menerus berdoa,
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau beri kesempatan setan merusak kesabaran, harapan dan sikap tawakalku kepada-Mu.”
Saya sangat kagum kepadanya, ia sangat sabar dan takut jika setan merusak kesabaran dan harapannya kepada Allah.
Meskipun akhirnya sang anak meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya itu, namun sikap orang itu menunjukkan ciri seorang mukmin yang sejati.
Demikian ditulis Dr. dr. Khalid bin Abdul Aziz Al-Jabir dalam bukunya Musyahadat Thabîb Qashash Waqi’iyah.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]