Dunia band sangat lekat denganku, ketika duduk di bangku sekolah menengah atas. Memasuki dunia band adalah dunia yang menyenangkan bagiku ketika itu. Anak band, titel yang sangat keren. Posisiku saat itu penggebuk drum. Drummer.
Di setiap ada kompetisi band di daerah, band kami selalu ikut. Dan kerap mendapat juara tiga besar. Makin semangatlah aku untuk menekuni dunia band.
Suatu kali ketika mengikuti sebuah kompetisi, kulihat gitaris band matanya merah menyala. Sangat tidak enak dilihat. Saat mainkan gitar ia sempat sambil manjat tiang panggung. Sementara vokalis overacting, performanya jadi berlebihan. Dan akhirnya karena dua tingkah mereka, band kami tidak menggondol piala juara. Usut punya usut mereka berada dalam pergaulan di luar batas kewajaran.
“Kenapa sih kalian make kayak gini? Nggak ada gunanya sama sekali!” tanyaku suatu kali.
“Kita sudah sampai puncak, sering dapat juara. Terus mau apalagi kalau tidak menikmati?!” kilah salah satu dari mereka.
Tidak dimungkiri, anak band di daerah memang mempunyai kebiasaan yang ‘tak terlihat’. Kebiasaan buruk di balik panggung. Tidak semua, hanya nyaris.
Pelan-pelan aku menjaga jarak dengan personil bandku. Aku mencoba untuk makin dekat dengan anak kerohanian Islam di sekolah. Aku tidak mau terseret di lembah yang bisa merusak masa depan.
Suatu hari sekolahku mengadakan kompetisi band antarsekolah. Aku tidak turut serta dalam lomba itu. Naas, ayahku menyinggung namaku terang-terangan di depan para siswa. Jelas aku malu. Aku kena ‘marah’ karena sering mengikuti berbagai kompetisi di tempat lain tapi tidak ikut di sekolah sendiri. Ayahku, kepala sekolahku.
Ketenangan semakin kudapatkan ketika makin dekat dengan dakwah sekolah. Aku gabung di nasyid untuk menyampaikan kebenaran dan ketenangan. Di titik ini aku tidak menyalahkan band dan mengecap band itu buruk. Ini hanya tentang pilihan saja.
Kedekatanku dengan dunia dakwah sempat membuat ayahku berang. Ceritanya, aku terlibat dalam sebuah keanggotaan gerakan dakwah di luar sekolah. Ketika aku diangkat menjadi kader dakwah, sesampai di rumah aku disidang. Ternyata ada mata-mata yang melaporkan. Padahal gerakan dakwah itu aku makin banyak kontribusi untuk masyarakat, aku semakin baik dalam segala hal. Yang ditakutkan ayah aku mengikuti gerakan sesat. Ketakutan yang wajar aku pikir. Maklum awal tahun 2000an itu lagi gencar isu gerakan yang melenceng. Pelan-pelan akhirnya ayah paham dan mendukung penuh.
Kini, di sela akhir pekan, aku tetap bernasyid dan tetap aktif di dunia dakwah. Sementara sehari-hari bekerja kantoran biasa, sembari mengambil proyek dakwah di bidang desain. Banyak kemudahan yang aku dapatkan, termasuk dalam hal finansial dan hal yang aku paling syukuri aku berada dalam lingkaran yang saling mengingatkan dalam kebaikan.
Sungguh, janji Allah pasti. “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad:7)
Maha Besar Allah. [Paramuda/BersamaDakwah]
Seperti diceritakan Arie (Naam Acapella) satu pekan lalu.