“Apa kamu setuju dengan Pancasila?”
Kalimat itu keluar dari lidah calon kakak ipar Muhammad Rafli Imani(Deva Mahenra), yang belakangan sibuk dengan kampanye untuk menjadi pejabat publik.
Rafli tersenyum sambil menjelaskan bahwa dirinya dulu pernah menempuh pendidikan pesantren dan diajarkan bahwa Islam adalah ajaran yang cinta damai.
Sang calon kakak ipar (Agus Kuncoro) pun mengangguk dan membaguskan jawaban Rafli.
Rafli ke rumah megah itu memang berniat untuk meminang perempuan bernama Nania Dinda Wirawan (Velove Vexia).
Sebelumnya, Nania bertemu Rafli saat kerja praktik. Dan Rafli harus menjadi mentor di proyek pembangunan rumah sederhana. Nania tak hanya memperoleh bimbingan dan ilmu membangun rumah, akan tetapi ia mendapatkan hal yang lebih indah yakni tuntunan untuk menjalani hidup yang lebih berarti.
Mereka berpisah dalam rentang dua tahun, dan akhirnya Nania mau menerima lamaran Rafli. Masalah pun terjadi. Status sosial berbeda jauh membuat pertentangan keras dari ibu Nania (Ira Wibowo), demikian juga ketiga kakak perempuannya (Dewi Rezer, Fanny Fabriana, Donita).
Maklum, Rafli hanya laki-laki biasa “tukang bangunan” sementara Nania dari keluarga terpandang yang sangat tajir dan seorang arsitek yang berbakat. Namun karena tekad kuat, mereka pun menikah.
Setelah menikah “tukang bangunan” dan perempuan (yang takut) petir itu pun mendapat ujian yang bertubi-tubi yang kadang membuat ibu Nania geram dengan kelaki-lakibiasaan Rafli. Dan luka seperti ingin menumbangkan pohon cinta, akan tetapi ‘terselamatkan’ oleh petir.
Film yang berjudul Cinta Laki-Laki Biasa ini, jujur jalan ceritanya cenderung biasa dan kadangkala mudah ditebak alurnya. Yang menarik adalah film yang diangkat dari novel Asma Nadia ini punya daya magis, yang membuat penonton betah di dalam bioskop sekali pun harus menahan panggilan alam bernama pipis.
Film yang disutradarai Guntur Soeharjanto ini lumayan menyajikan pemandangan yang menyegarkan, tak hanya penampilan Velove yang cantik ketika menggunakan hijab tapi juga pemandangan alam yang sarat dengan romantisme. Guntur juga menyinggung isu sensitif seperti pada pembukaan resensi film ini.
Cinta Laki-Laki Biasa cenderung biasa, tapi layak untuk ditonton agar tahu ke-biasa-anya. [Paramuda/BersamaDakwah]