Membuka media sosial, artinya siap dengan segala arus informasi yang masuk dan kita serap. Seringnya kita akan menemui ujaran kebencian dan sumpah serapah. Lebih lagi, saat banjir seperti ini masih saja ada yang mengumbar kalimat tak elok bahwa yang membangun posko di kawasan pengungsian banjir adalah hal yang cetek.
Dari kalangan kita sendiri, ada yang sholat jalan tapi mendukung kelaliman juga jalan. Ada yang memegahkan masjid, tapi sunyi hatinya, kakinya berat melangkah ke sana. Dan perut-perut yang selalu minta diisi, dan haram yang tak disadari.
Gemuruh pertempuran di dunia maya sesungguhnya tak jauh dari gemuruhnya di dunia nyata—dan hati. Dan Baginda Rasulullah Saw memiliki nasihat yang match sekali dengan kondisi kita saat ini.
Rasulullah SAW bersabda :
“Akan datang suatu zaman atas manusia:
- Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka.
- Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka.
- Dinar-dinar (uang) mereka menjadi agama mereka.
- Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka.
Waktu itu, tidak tersisa dari iman kecuali namanya saja.
Tidak tersisa dari Islam kecuali ritual-ritualnya saja.
Tidak tersisa Al-Quran kecuali sebatas kajiannya saja.
Masjid-masjid mereka makmur, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk (hidayah).
Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi.
Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka empat perkara (azab):
- Kekejaman para penguasa,
- Kekeringan pada masa,
- Kezaliman para pejabat,
- Ketidakadilan para hakim.
Maka heranlah para sahabat mendengar penjelasan Rasulullah. Mereka bertanya,
“Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?”
Nabi SAW menjawab, “Ya ! Bagi mereka, setiap dirham (uang) menjadi berhala (dipertuhan/disembah)…..” (Hadist Muttafaq ‘alaih)
Sebagai muslim yang mencoba terus baik dari hari ke hari, sebenarnya kita punya upaya defensive agar terhindar dari hal-hal yang merendahkan harga diri dan merendahkan iman.
Satu diantaranya adalah bergaul dengan orang-orang yang sholeh, yang mengajak kepada kabaikan.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)
Berteman dengan pengucap kotor, telinga pun akan terbiasa dengar ujaran kotor. Lambat laun lidah ikut terayun.