Para orangtua dahulu menyebutkan bulan Sya’ban dengan nama bulan ruwah. Ruwah sangat identik dengan kata arwah. Kata ruwah atau arwah hanyalah sebagai penanda bahwa bulan Sya’ban bisa dijadikan ajang untuk mengingatkan manusia akan wacana akhirat mulai dari sakaraul maut, kematian, alam kubur hingga alam akhirat.
Mengenang kematian dengan datang ziarah kubur (arwahan) adalah banyak faedahnya bagi kita yang masih diberikan umur. Sebab itu bisa menyemangati diri meningkatkan dan melipatgandakan amal di bulan Ramadhan nanti, dan akan menambah rasa takut dalam diri hingga senantiasa terhindar dari dosa. Namun perlu dicatat, ziarah tak harus menunggu bulan tertentu dan waktu tertentu. Tak harus menunggu bulan Sya’ban.
Ada sebuah hikayat yang patut untuk disimak mengenai ziarah kubur. Hikayat yang diceritakan melalui Abu Bakar al-Ismaili bahwasannya Utsman bin Affan tak meneteskan air mata ketika digambarkan kepedihan neraka dengan segala siksanya. Utsman juga tak menangis ketika dijabarkan mengenai kedahsyatan hari kiamat. Ia juga tetap kuat mendengarkan gambaran tentang kehidupan di akhirat. Akan tetapi beliau menangis kala diterangkan tentang kehidupan di alam kubur. Kenapa bisa demikian?
Utsman menjawab, “Jika saya berada di dalam neraka, saya masih bersama-sama manusia. Jika saya di hari kiamat nanti, saya juga masih bersama-sama dengan manusia lainnya. Tapi jika saya di dalam kuburan, maka saya sendirian tidak ada teman yang menemani. Sedangkan kunci kuburan itu ada pada malaikat Israfil yang hanya akan membukanya ketika kiamat tiba.”
Utsman gentar dengan kehidupan di dalam kubur. Karena sesungguhnya kuburan itu adalah salah satu lubang dari lubang neraka (tempat yang menyengsarakan bagi mereka yang hidupnya penuh dengan dosa). Dan menjadi bagian dari taman surga (bagi mereka yang beramal saleh). Demikianlah hadits Rasulullah saw
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما القبر روضة من رياض الجنة أو حفرة من حفر النار .
Maka kuburan adalah serambi akhirat atau miniature akhirat yang penuh dengan pembalasan amal. Jika amal kita di dunia baik, maka kuburan akan menjadi surga yang bersahabat. Tetapi jika amal kita di dunia penuh maksiat, maka kuburan menjadi neraka dan musuh yang sangat jahat.
Bersumber dari Abi Said Al-Khudry ra. bahwa Rasulullah SAW pernah masuk ke tempat sujudnya. Di situ ia bertemu dengan orang-orang yang sedang tertawa-tawa.
Rasulullah SAW berkata kepada mereka, “Andaikan kalian mau mengingat kematian, tentu saja akan menyibukkanmu tentang kedahsyatan apa yang pernah aku lihat, maka perbanyaklah mengingat kematian karena setiap hari kuburan berkata “aku adalah rumah pengasingan, aku adalah rumah kesendirian, aku adalah rumah tanah, aku adalah rumah cacing. Maka jikalau yang dikebumikan adalah orang mukmin kuburan akan menyambutnya “Marhaban ahlan wa sahlan, engkau adalah salah satu orang yang kucinta dari sekian orang yang berjalan di atas punggungku. Sekarang engkau telah berada di dalam kekuasaanku, maka engkau akan tahu bagaimana caraku memperlakukanmu”. Kemudian kuburan akan memperluas rongganya untuk mayit seolah-olah panjang dan luas sepanjang penglihatannya, dan juga di buka pintu surga baginya.
Apabila yang dikebumikan adalah orang kafir atau orang durhaka, maka kuburan itu menyambutnya “la marhaban wala ahlan wala sahlan, engkau adalah salah satu orang yang kubenci dari sekian orang yang berjalan di atas punggungku. Sekarang kau berada di bawah kekuasaanku. Sekarang kau akan tahu sendiri apa yang akan aku lakukan kepadamu” Maka kuburan pun menghimpitnya, sehingga tulang-tulang rusuknya akan patah berlawanan”.
Demikianlah perlakuan kuburan bagi mayit yang diceritakan Rasulullah SAW kepada kita sebagai pelajaran agar kita selalu ingat akan mati. Karena dengan demikian akan menjadiakan kita bersemangat menjalankan ibadah dan amal saleh. Muhasabah bisa dilakukan kapanpun, tanpa harus menunggu bulan Sya’ban. Mari kita muhasabah tentang kematian dan semoga diberikan panjang umur untuk menikmati Ramadhan mendatang. [Paramuda/BersamaDakwah]