Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Saat Abu Hanifah Diganggu Oleh “Crazy Poor Arabian”

Saat Abu Hanifah Diganggu Oleh “Crazy Poor Arabian”

Ilustrasi: Pathways

Abu Hanifah dikisahkan mempunyai seorang tetangga yang miskin pecandu minuman keras. Beliau sebagaimana yang kita ketahui adalah seorang ulama besar sekaligus pedagang yang terkenal. Dia mengajar murid-muridnya dan ia juga mengelola tempat berjualan.

Tetangganya itu miskin, namun dia pecandu minuman keras dan ketika mabuk dia akan bernyanyi. Barangkali diistilah kekinian dia adalah Crazy Poor Arabian (menyadur istilah dari film Crazy Rich Asian).

“Mereka menelantarkanku, tidak tahukah siapa yang mereka sia-siakan. Dialah pemuda yang selalu berjaga di perbatasan, di hari-hari yang mencekam,” kata tetangga itu.

Ini memang aneh, seorang pemabuk merasa ditelantarkan oleh Abu Hanifah dan murid-muridnya? Mungkin kita berpikir, engkau seorang pemabuk yang mana manfaat apa yang bisa mereka dapatkan darimu? Akan tetapi begitulah, ia meneruskan kebiasaannya bernyanyi dan mengganggu Abu Hanifah setiap malam.

Suatu malam Abu Hanifah tidak mendengar suaranya, kemudian bertanya tentangnya dan dikatakan bahwa dia di penjara karena utang. Alhamdulillah, dia berutang dan tidak bisa membayarnya hingga di penjara karena hal itu. Lalu Abu Hanifah keesokan harinya pergi menuju ke penjaga dan bertanya kepada penjaga, “Pemuda itu berutang pada siapa?” Penjaga menjawab, “Fulan.” Abu Hanifah pun pergi kepadanya dan melunasi utang itu dengan uang pribadinya.

Lihatlah, bagaimana kita bisa belajar kepada orang yang mengetahui hakikat harta yang sebenarnya untuk menyambung kekerabatan, menolong orang lain dan berbuat baik kepada orang lain.

Setelah pergi membayarkan utang tersebut, Abu Hanifah pergi ke penjara bersama orang yang dipinjam uangnya tersebut dan mengatakan kepada penjaga, “Utang sudah kami bayar, maka keluarkanlah pemuda yang dipenjara itu.” Lalu mereka mengeluarkannya dari penjara. Abu Hanifah menoleh kepada tetangganya tersebut ketika berjalan bersamanya menuju rumahnya, dan berkata padanya, “Mereka menelantarkanku, tidak tahukah siapa yang mereka sia-siakan. Dialah pemuda yang selalu berjaga di perbatasan di hari-hari yang mencekam. Mereka menelantarkanku, apakah kami terlihat menelantarkanmu?Atau ketika kami menelantarkanmu, kami lalu mencarimu?”

Disebutkan setelah kejadian tersebut, akhirnya dia menjadi salah satu sahabat dekat Abu Hanifah. Inilah yang dimaksud ketika Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak hartanya adalah mereka yang menyedikitkan pahalanya pada Hari Kiamat, kecuali orang yang diberi harta oleh Allah, lulu ia memberikannya ke kanan dan ke kirinya, juga ke depan dan belakangnya, dan melakukan kebaikan dengannya.”

Nabi SAW memberikan pengecualian untuk orang yang bisa bersikap dengan hartanya, dengan sikap yang baik. Sikap yang benar yang bisa mendekatkannya kepada Tuhannya, dia menyambung silaturahim, berbuat baik kepada tetangganya, memberikan kelapangan kepada keluarganya, mengumpulkan harta dengan jalan yang halal dan mengeluarkannya pada yang halal. Tidak mempunyai sikap yang mungkin saja melahirkan kesombongan, melampaui batas, berlebih-lebihan dalam menghamburkannya, tetapi ia bersikap terhadap hartanya dengan sikap yang baik yang oleh karenanya, ketika Nabi SAW berkata tentang Abu Bakar Ash-Shidiq, beliau berkata, “Tidak ada harta yang memberikan manfaat padaku sebagaimana harta yang diberikan Abu Bakar.”

Di antara salah satu perkara yang meninggikan derajat Abu Bakar di sisi Nabi Muhammad SAW adalah bahwa Abu Bakar orang yang memiliki banyak harta, yang karenanya Nabi SAW mengatakan hal tersebut. Bayangkan seandainya Abu Bakar bukan orang yang memiliki harta, apakah ia bisa membeli Bilal yang sedang disiksa? Kemudian membebaskannya di jalan Allah? Atau membeli enam orang budak yang sedang diiksa dengan siksaan yang keras di kota Mekah karena masuk Islam?

Abu Bakar membeli mereka dengan hartanya lalu membebaskan mereka di jalan Allah, ia melakukannya karena ia memiliki harta akan tetapi ia mampu bersikap terhadap hartanya dengan sikap yang luar biasa, yang sesuai syariat, yang membuat derajatnya terangkat di sisi Allah.

Sungguh benar, bahwa sebagian sahabat adalah orang-orang kaya, akan tetapi mereka mampu bersikap terhadap harta dengan sikap yang baik, sikap yang bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah, sikap yang bisa mengangkat derajat mereka, sikap yang membuat harta mereka menjadi salah satu penyebab masuk surga dengan rahmat Allah SWT. Dan sampai hari ini, masih ada orang-orang yang menginfakkan harta mereka kepada orang-orang yang ada di kanan mereka, di kiri mereka, di depan dan di belakang mereka. [@paramuda/BersamaDakwah]

SILAKAN BERI TANGGAPAN

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini