Beranda Dasar Islam Hadits 4 Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an dan Contohnya

4 Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an dan Contohnya

0
4 fungsi hadits terhadap al-qur'an

Hadits adalah perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Hadits memiliki 4 fungsi terhadap Al-Qur’an.

Allah mengisyaratkan fungsi hadits terhadap Al-Qur’an dalam firman-Nya pada Surat An-Nahl ayat 64:

وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. An-Nahl: 64)

Allah menurunkan Al-Qur’an agar Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan (memberikan bayan) kepada manusia tentang apa yang mereka perselisihkan. Sehingga, hadits menjadi bayan atas Al-Qur’an. Ada empat bayan yang menjadi fungsi hadits terhadap Al-Qur’an:

Daftar Isi

1. Bayan Taqrir

Fungsi pertama hadits terhadap Al-Qur’an adalah menjadi bayan al-taqrir (بيان التقرير). Istilah lainnya adalah bayan al-ta’kid (بيان التأكيد) atau bayan al-itsbat (بيان الإثبات).

Bayan al-Taqrir adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an. Fungsi Hadis ini memperkokoh dan menguatkan (ta’kid) isi kandungan Al-Qur’an.

Contoh, hadits tentang larangan ghibah:

لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِى بَيْتِه

Janganlah kalian suka menggunjing orang-orang muslim dan mencari-cari aib mereka. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)

Hadits ini menjadi penguat ayat Al-Qur’an:

وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. (QS. Al-Hujurat: 12)

Baca juga: Hadits Arbain ke-1

2. Bayan Tafsir

Fungsi kedua hadits terhadap Al-Qur’an adalah bayan at-tafsir (بيان التفسير). Yakni memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut.

Misalnya, hadits memberikan perincian untuk ayat-ayat mujmal (umum atau global). Hadits memberikan batasan atau penjelasan untuk ayat-ayat mutlaq (tidak mempunyai batasan). Serta hadits memberikan pengkhususan untuk ayat-ayat ‘aam (umum).

Contoh, hadits tentang tata cara (kaifiyat) shalat:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR. Bukhari)

Hadits ini menjadi penjelasan atas Surat Al-Baqarah ayat 43 dan ayat-ayat sejenis:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ

Dan dirikanlah shalat… (QS. Al-Baqarah: 43)

3. Bayan Tasyri’

Fungsi ketiga hadits terhadap Al-Qur’an adalah bayan at-tasyri’ (بيان التشريع). Yakni memberikan kepastian hukum yang tidak ada di Al-Qur’an. Biasanya Al-Qur’an hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.

Contoh, hadits tentang kewajiban zakat fitrah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى ، مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada setiap orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, dari kalangan kamu muslimin. (HR. Bukhari)

Di dalam Al-Qur’an, tidak ada hukum zakat fitrah secara khusus. Yang ada adalah perintah menunaikan zakat.

Baca juga: Hadits Arbain ke-2

4. Bayan Nasakh

Fungsi keempat hadits terhadap Al-Qur’an adalah bayan an-nasakh (بيان الناسخ). Yakni membatalkan ketentuan terdahulu dengan ketentuan baru yang lebih maslahat.

Contoh, hadits tentang haramnya keledai jinak:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَهُ جَاءٍ فَقَالَ أُكِلَتِ الْحُمُرُ ثُمَّ جَاءَهُ جَاءٍ فَقَالَ أُكِلَتِ الْحُمُرُ ثُمَّ جَاءَهُ جَاءٍ فَقَالَ أُفْنِيَتِ الْحُمُرُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى فِي النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ فَإِنَّهَا رِجْسٌ فَأُكْفِئَتِ الْقُدُورُ وَإِنَّهَا لَتَفُورُ بِاللَّحْمِ

Dari Anas bin Malik, bahwa seseorang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu mengatakan: “Keledai-keledai telah dimakan.” Kemudian datang lagi kepada beliau seseorang dengan mengatakan: “Keledai-keledai telah dimakan.” Lalu datang lagi kepada beliau seseorang dengan mengatakan: “Keledai-keledai telah dimakan.”

Kemudian beliau memerintahkan seorang penyeru, lalu dia menyeru di kalangan orang banyak: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kamu dari daging keledai jinak, sesungguhnya ia kotor/najis.” Maka mereka membalikkan periuk-periuk, sedangkan periuk-periuk itu mendidih (berisi) daging (keledai jinak).(HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut sebagian ulama, hadits ini menasakh Surat Al-An’am ayat 145 yang membatasi makanan haram hanya ada empat jenis. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin/BersamaDakwah]