Kita mengenal 27 Rajab sebagai tanggal terjadinya isra’ mi’raj. Allah Subhanahu wa Ta’ala memperjalankan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjid Al-Aqsha di Palestina. Lalu, menaikkannya ke Sidratul Muntaha.
Enam abad kemudian, tepatnya pada 27 Rajab 583 hijriah atau 1187 masehi, kaum muslimin berhasil membebaskan kembali Palestina dari cengkeraman Pasukan Salib. Mungkin kita hanya tahu nama Shalahuddin Al-Ayyubi sebagai panglimanya. Namun, sesungguhnya perjuangan pembebasan Palestina telah dirintis berpuluh tahun sebelumnya dan banyak nama memiliki peran besar di dalamnya.
Tahun 1097, Imam Ghazali mengunjungi Masjid Al-Aqsha. Dengan firasatnya yang tajam ia mengatakan, “Barang kali kita akan kehilangan kiblat pertama dan tempat isra’ mi’raj Nabi ini.”
Sebagian orang menganggap Al-Ghazali terganggu pikirannya. Sebab saat itu, kekhalifahan Bani Abbasiyah masih ada dan khalifah hidup aman.
Dua tahun berikutnya, pada tahun 1099, pasukan salib di bawah pimpinan Godfrey de Bouillon membanjiri Al-Quds dengan genangan darah kaum muslimin. Umat Islam baru sadar bahwa apa yang Imam Ghazali katakan ternyata memang benar. Palestina lepas, umat Islam menjadi sasaran pembantaian.
Pulang haji pada tahun 1102, Imam Ghazali keliling ke berbagai kota untuk menyerukan persatuan dan jihad membebaskan Al-Quds. Namun, hampir semua menjawab tidak mungkin.
Mendapati kondisi umat yang terpuruk dan inferior, setelah mengundurkan diri dari Madrasah Nizhamiyah, Imam Ghazali menulis Ihya’ Ulumuddin. Beliau ingin menghidupkan ilmu agama dan membangun pemahaman umat Islam. Dengan pemahaman yang benar dan kokohnya keimanan, umat akan bangkit, bersatu, dan memiliki semangat jihad.
Syekh Abdul Qadir Jailani kemudian menggunakan kitab Ihya’ Ulumuddin sebagai kurikulum utama membina murid-muridnya. Kader-kader yang dibina Syekh Abdul Qadir Al-Jailani inilah yang kemudian menjadi tulang punggung jihad yang dipelopori oleh Imaduddin Zanki, diteruskan Nuruddin Mahmud, lalu dituntaskan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
Perjuangan kita dalam berdakwah dan membina umat mungkin tidak akan meraih kemenangan dengan cepat. Butuh waktu lama dan bisa jadi bukan generasi kita yang menikmatinya. Namun, teruslah berjuang dalam dakwah dan melanjutkan pembinaan. Semoga kelak anak atau cucu kita yang akan menjadi generasi pemenang. Membebaskan kembali Palestina serta menghadirkan kemenangan Islam di dunia. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]