Menurut dari akarnya, sebagaimana dijelaskan oleh Habib Ali Zainal Abidin al-Hamid, ilmu tasawuf merujuk pada salah satu sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang Islam, iman, dan ihsan. Kata beliau, tasawuf merupakan ilmu tentang ihsan. Yaitu senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta’ala dalam setiap kondisi, tempat, dan waktu.
Sedangkan menurut Imam Abu Zakariya al-Anshari, tasawuf merupakan ilmu untuk mensucikan jiwa, membersihkan akhlak, memakmurkan lahir dan bathin untuk meraih kebahagiaan yang abadi.
Merujuk dari dua keterangan ini, sejatinya tasawuf tidaklah salah. Akan tetapi, salah faham yang berlaku di sebagian kalangan kaum Muslimin terkait tasawuf kemudian digunakan untuk menyamaratakan bahwa tasawuf itu sesat dan salah semua.
Orang-orang yang salah dalam memahami tasawuf disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya adalah keberanian diri untuk menakwilkan ayat al-Qur’an atau hadits Nabi sesuai dengan kehendaknya. Kalangan ini merasa mampu. Padahal, pemahaman tentang al-Qur’an dan hadits haruslah dirujuk dari pemahaman para pendahulu agama ini.
Sebagai contoh, Allah Ta’ala berfirman dalam surat Thaha [20] ayat 14, “Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatk-Ku.”
Sebagian mereka, sebagaimana penulis pernah menjumpainya, menafsirkan ayat ini secara serampangan, sesuka nafsunya. Mereka berkata, “Jadi, inti dari shalat adalah mengingat Allah Ta’ala. Karenanya, jika rajin shalat tetapi tidak ingat, maka lebih baik gak shalat tapi senantiasa ingat kepada Allah Ta’ala.”
Inti dari shalat memang mengingat Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika kita masih lupa dari-Nya bukan bermakna kita harus berhenti dari mendirikan shalat. Kita harus senantiasa mendirikannya dan upaya yang sungguh-sungguh agar bisa khusyuk dengan mengingat Allah Ta’ala dalam shalat-shalat kita.
Pasalnya, jika hanya ingat dan boleh meninggalkan shalat, maka hal itu tak ubahnya mencari obat dengan menimbulkan penyakit lain yang lebih kronis. Apalagi, shalat adalah tiang agama, ciri kemusliman, amal yang pertama dihisab di akhirat, kewajiban yang harus dikerjakan sesuai aturan, dan bisa menjadi sarana yang paling efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Di sebagian masyarakat, pemahaman ini masih banyak beredar. Dan inilah yang menjadi salah satu pemicu hingga sekelompok kaum Muslimin menaruh kebencian yang mendalam kepada tasawuf dan menganggapnya sebagai ilmu yang sesat.
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua. Aamiin. [Pirman/Bersamadakwah]
kebanyakan manusia menuruti kemauan emosinya ketimbang mendalami dalam menimbah ilmu
Komentar ditutup.