Beranda Suplemen Renungan 2 Persiapan untuk Bertemu Allah

2 Persiapan untuk Bertemu Allah

1
sumber ilustrasi: megabiteblog.com

Di antara nikmat terbesar yang kelak diterima orang beriman adalah pertemuan-Nya dengan Rabb Semesta Alam. Inilah nikmat yang ditunggu, dirindu, didamba, dan digandrungi oleh hamba-hamba-Nya yang shalih, beriman, shiddiq, dan para syuhada’.

Bagi kita yang amalnya biasa-biasa saja, insya Allah ada kesempatan untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala. Selain dengan iman dan amal shalih sebagaimana disebutkan dalam surat al-Kahfi [18] ayat 110, ada dua hal yang harus dipersiapkan agar layak bertemu dengan Allah Ta’ala.

Bertaubat

Inilah persiapan pertama yang sifatnya wajib. Ialah menyesali dosa yang telah dilakukan sepanjang umur yang diberikan. Baik dosa ketika sendiri atau di keramaian, dosa kecil atau besar, dosa yang disengaja atau tidak, dan semua dosa yang mustahil disebut satu persatu.

Pun dosa-dosa yang dilakukan oleh otak (pikiran), hati (jiwa), kedua mata, kedua telinga, hidung, mulut (lisan), tangan, kaki, hingga kemaluan dan organ tubuh yang lainnya. Kita harus bertaubat dari semua dosa tersebut dengan taubat yang sungguh-sungguh (taubatan nasuha).

Berlaku dalam pasal taubat ini, ialah syarat-syarat yang telah disebutkan oleh ulama-ulama penerus para Nabi. Yaitu menyesali, berniat tidak mengulangi, dan bergegas melakukan amal shalih serta menyelesaikannya jika terkait dengan hak sesama.

Perbanyak Ibadah

Ibadah ini terdiri dari wajib dan sunnah. Harus dilakukan semua dan tidak memandang sepele terhadap sekecil apa pun ibadah yang termasuk sunnah. Sebab, amalan-amalan sunnah yang dikerjakan beriringan dengan ibadah wajib seorang hamba adalah jalan yang akan semakin mendakatkannya kepada Allah Ta’ala.

Ketika seorang hamba dekat dengan-Nya, maka Dia akan senantiasa melindungi sang hamba dari berbagai jenis dosa, maksiat, dan perbuatan buruk lainnya. Dialah sebaik-baik Pelindung dan Pembela yang tiada tandingannya.

Dalam melakukan ibadah sunnah, hendaklah memperhatikan prioritas. Mendahulukan yang utama, mengakhirkan yang kurang utama. Tapi, jangan sampai meremehkan, meskipun sebuah sunnah terkesan sederhana dalam kaifiatnya.

Sebab, melakukan semua amalan sunnah adalah garansi dari Nabi bahwa orang tersebut mencintainya. Dan siapa pun yang mencintainya, maka orang tersebut berhak bersama dengan sang Nabi mulia, kelak di surganya.

Kiat untuk melakukan dua persiapan ini, tutur Imam al-Harits al-Muhasiibi, ialah memendekkan angan-angan dengan senantiasa memikirkan kematian. Bahwa kematian itu amat dekat dan misterius. Sehingga, pikiran dan hati akan senantiasa terhubung dengan akhirat yang agung. Wallahu ‘alam. [Pirman/BersamaDakwah]

BARU 1 KOMENTAR

  1. yang berhak memberi taubat hambaNYA adalah Allah, Allah sendiri yang menggerakkan hati hambanya untuk bertaubat meminta ampun kepada Allah atas segala dosa ilahi yg hamba perbuat kemudian Allah yang mengampuni dosanya, ada orang yang mendapat hidayah karena menjalankan syariat Allah tapi ada juga orang mendapat hidayah karena dosanya, dalam hal yang kedua ini Allah memberi balasan kepada hambanya berupa musibah atau bencana yang mana tak ada seorangpun yang bisa menolong kecuali Allah, hamba itu tersunggkur bersujud minta ampunan dari Allah, wallahu a,lam bersambung

Komentar ditutup.