Beranda Kisah-Sejarah Kisah Nyata Lantaran Ucapan Umar bin Khaththab Ini, Wajah Rasulullah Memerah

Lantaran Ucapan Umar bin Khaththab Ini, Wajah Rasulullah Memerah

9
ilustrasi. sumber: hananhmg.blogspot.com

Tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang mampu menandingi pesona akhlak Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ialah manusia dengan akhlak yang kebaikannya diakui oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya di dalam al-Qur’an yang suci. Beliau memiliki kepribadian agung hingga dipuja oleh kawan dan dipuji oleh lawan. Amat mengesankan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah marah karena perkara pribadi. Beliau adalah manusia yang paling lembut kepada semua makhluk yang berinteraksi dengannya. Akan tetapi, dalam sebuah peristiwa, muka beliau memerah. Menahan amarah. Sebabnya, beliau mendengar salah satu kalimat yang terlontar dari lisan mulia Sayyidina Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.

Ucapan apakah yang disampaikan oleh al-Faruq hingga wajah Nabi memerah?

Umar bin Khathtab, sebagaimana dituturkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad dari sahabat mulia Abdullah bin Jabir, baru saja mendatangi salah satu keturunan Yahudi Bani Quraizhah, di Madinah. Dari sahabatnya itu, Khalifah kedua kaum Muslimin ini mendapatkan potongan ayat Taurat yang asli.

“Ia,” tutur Umar dengan nada riang, “menuliskan beberapa kalimat  singkat, tapi padat maknanya.” Izin Umar kepada Nabi, “Bolehkah aku memberikannya kepadamu, ya Rasulullah?”

“Aku,” kisah Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu yang menyaksikan kejadian amat penting ini, “melihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam langsung berubah!”

“Tidakkah engkau?” tanya Jabir kepada Sayyidina Umar bin Khaththab, “melihat perubahan wajah (memerah, menahan amarah) Rasulullah?”

Menyadari kekeliruannya itu, Sayyidina Umar segera mengucapkan kalimat agung yang amat masyhur ini, “Saya rela Allah Ta’ala sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagain Nabiku.”

Tunai mendengar pengakuan Umar, Jabir menuturkan, “Maka hilanglah kemarahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian beliau bersabda, ‘Demi Allah Ta’ala yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika Musa berada di tengah-tengah kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, niscaya kalian sesat. Sungguh, kalian adalah umat yang menjadi bagianku dan aku merupakan Nabi yang menjadi bagianmu.’”

Bagaimana kira-kira respons Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika beliau masih berada di tengah-tengah kita? Padahal Umar, dalam riwayat di atas, hanya hendak mengonfirmasi kebenaran kalimat dalam kitab Taurat tersebut dan tidak sedikit pun menafikan makna al-Qur’an.

Sedangkan kini, ada begitu banyak kaum yang mengaku cendekiawan Muslim, atau minimal disebut demikian oleh kelompoknya, lalu bertanya retoris seraya meragukan makna al-Qur’an. Bahkan, dengan pongahnya, mereka bertanya, “Jika memang LGBT itu sesat, mengapa negerinya tidak diazab?”

Ya Allah, lindungilah kami dari godaan setan. Jangan biarkan kami berpaling dari al-Qur’an dan cegah kami dari merujuk kepada selain Kalam-Mu yang Suci itu. Aamiin.

Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]

9 KOMENTAR

  1. Apa yang diucapkan Umar bin Khatab? Maaf, saya kurang menangkap apa yang diucapkan Umar bin Khatab. Mohon bahasanya artikelnya dipermudah, agar orang awam seperti saya bisa memahaminya dengan baik. Terima kasih.

  2. Assalamualaikum Wr. Wb. …
    Perkenankanlah saya utk sedikit memberikan penjelasan perihal fenomena di atas. Jika ada kesalahan, saya mohon maaf krn kebenaran yg hakiki hanyalah milik Allah SWT.

    Dalam kasus Umar bin Khattab RA di atas, beliau hendak menyampaikan suatu potongan kalimat dari kitab Taurat, yg dalam pandangan beliau sarat akan makna, kepada Rasulullah SAW.

    Memang isi potongan kalimat yang akan disampaikan kepada Rasulullah SAW tersebut tidak disebutkan, namun perlu kita cermati bahwa kalimat tersebut berasal dari kitab Taurat yang notabene merupakan kitab yang diturunkan ribuan tahun jauh sebelum Al-Qur’an Dzulkariim, kitabullah yang maha sempurna, diturunkan.

    Rasulullah SAW memerah wajahnya karena menurut beliau Umar bin Khattab “terlalu kagum” terhadap potongan kalimat dari Taurat, sedangkan Taurat sendiri sudah disempurnakan secara total oleh eksistensi kitab suci Al Qur’an. Dengan kata lain, tidak sepantasnya apabila kekaguman Umar bin Khattab RA ditujukan kepada salah satu potongan kalimat dari kitab Taurat tersebut.

    Memang betul bahwa sebagai umat Islam yang baik, kita harus mengimani kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum Al-Qur’an, namun demikian legalitas kitab-kitab suci tersebut menjadi gugur dengan diturunkannya Al-Qur’an.

    Dengan kata lain, ketika Al-Qur’an yang maha sempurna hadir di dunia, & menjadi pedoman hidup yang sebenar-benarnya bagi umat manusia, mengapa kita masih memakai kitab-kitab suci lain yang sudah tidak murni lagi?

    Demikian ulasan saya … Semoga mendatangkan manfaat.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

  3. Komentar:barokallah saudaraku atas ilmunya…
    memang jaman sekarang.. terlalu banyak orang nertanya tanpa menggunakan akal imajimasi kita. ga mau menelaah memahami sehimggal timbul kegoyahan iman. semoga kita terhindar dari godaan syetan yg terkutuk

  4. Dengan hnya mengagumi potongan ayat dri kitab terdahulu sja ada larangannya,apalgi novel,kitab2 primbon dn mmpelajari hal2 mistik yg itu smua tidak brguna. riwayat Umar bin khotob adlah pelajaran buat kita,ktika kita mncintai Rasulallah maka kita hrus total mengikuti apa yg di ajarkannya dn tinggalkan apa yg bukan datangnya dri Rasulallah sholallahu alaihi wassalam

  5. ini menunjukan nabi saw tidak buta huruf seperti yg dituduhkan kebanyakan org. sebab jika nabi saw buta huruf mana mungkin umar mau menyerahkan tulisan (salinan dr kitab taurat) kepada nabi saw kalo umar tau nabi saw seorang yg tak dapat membaca

Komentar ditutup.