Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Inilah Pidato Politik Abu Bakar Setelah Dilantik Sebagai Khalifah

Inilah Pidato Politik Abu Bakar Setelah Dilantik Sebagai Khalifah

0
Masjid Nabawi (theblater/wordpress)

Sehari setelah dibaiat kaum muslimin sebagai khalifah di Saqifah Bani Sa’idah, Abu Bakar Ash-Shiddiq berjalan pelan menuju mimbar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi dengan perasaan gugup.

Khalifah pertama itu menghadap ke arah kaum muslimin. Inilah kali pertama dia menyampaikan pidato politik setelah terputusnya wahyu dari langit dan jasad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang suci telah berkalang tanah.

Berikut ini adalah petikan pidato Abu Bakar yang bersejarah itu:

Amma ba’du, wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian meski aku bukan yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, dukunglah saya. Sebaliknya jika aku berbuat salah, luruskanlah saya.

Kejujuran itu merupakan amanah, sedangkan dusta itu merupakan pengkhianatan. Kaum yang lemah menempati posisi yang kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan padanya haknya dengan izin Allah.

Sedangkan, kaum yang kuat menempati posisi yang lemah di sisiku hingga aku dapat mengambil darinya hak orang lain dengan izin Allah.

Jika suatu kaum meninggalkan perkara jihad di jalan Allah, mereka akan ditimpakan kehinaan oleh Allah.

Jika kemaksiatan telah meluas di tengah-tengah suatu kaum, Allah akan menimpakan bala’ kepada mereka secara menyeluruh.

Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib taat kepadaku. Bangunlah untuk melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.”

Dengan pidato politiknya itu Abu Bakar ingin menegaskan kepada setiap orang bahwa jabatan itu merupakan sebuah kerugian bukan keuntungan, sebuah tanggung jawab bukan penghormatan, sebuah pengorbanan bukan penghargaan, dan sebuah kewajiban bukan kesewenang-wenangan.

Abu Bakar pun ingin menghilangkan kesan di tengah masyarakat bahwa seorang pemimpin itu harus dihormati secara berlebihan. Justru, seorang pemimpin itu diangkat untuk memberikan pelayanan dalam agama Allah dan risalah-Nya.

Allah Ta’ala mengangkatnya sebagai pemimpin untuk melayani rakyatnya bukan sebaliknya rakyatnya yang melayani dia.

Dengan demikian, Abu Bakar telah meletakkan batasan tanggung jawabnya termasuk batasan kewajiban kaum muslimin.

Menurutnya, umat harus berperan aktif dalam persoalan kepemimpinan. Mereka harus menjadi mitra pemerhati dan bukan pengikut yang tak mau tahu.

Setelah itu, kaum muslimin menetapkan gaji Abu Bakar sebesar dua ribu dirham setahun.

Abu Bakar berkata, “Tambahlah sedikit, karena aku memiliki keluarga. Kalian telah menyibukkan aku dari perniagaan.”

Kaum muslimin pun menambahkan lima ratus dirham untuk Abu Bakar.

Demikian dikutip dari buku 10 Shahabat yang Dijanjikan Masuk Surga karya Abdus Sattar Asy-Syaikh.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]