Laju pertambahan kendaraan bermotor sebuah kota besar, di Jakarta misalnya, menunjukkan angka yang terus meninggi. Sepanjang tahun 2012, tercatat lebih kurang 13,5 juta kendaraan di Jakarta. Dari angka tersebut, 10,8 juta adalah kendaraan roda dua, sisanya adalah mobil. Paling tidak itulah hasil dari Ditlantas Polda.
Tahun 2013, jumlahnya meningkat cukup drastis di tahun 2013. Tercatat sebanyak 14,9 juta kendaraan di Jakarta mencakup 11,9 juta kendaraan roda dua dan 3 juta mobil. Ini artinya ada penambahan sebanyak 9,1 persen kendaraan bermotor di Jakarta.
Dengan pertambahan tersebut, praktis konsumsi bahan bakar minyak (BBM) juga ikut tinggi. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina mencoba melakukan pelayanan terbaik dengan menstabilkan harga.
“Harga BBM di Pertamina lebih murah lho daripada Shell. Berarti Pertamina udah clean dan ngga ada kartel yang bermain. Selain itu Pertamina juga lebih efisien dalam proses pengadaannya. Pertamina = Pro Masyarakat Indonesia,” begitulah pernyataan pihak PT. Pertamina melalui lamannya.
Akan tetapi, publik nyatanya tidak merasakan adanya pelayanan tersebut. Murah yang tak ramah, dan mengundang marah. Berikut lima testimoni pedas masyarakat pengguna SPBU.
- “Tolong dong kualitas pegawai SPBU diajarin sopan santun. Hampir semua SPBU pertamina yang saya beli pelayanannya kaya sampah, masa orang beli seakan-akan saya mengemis. Mereka kadang malah asyik main HP sambil ngobrol, apa memang karyawan SPBU nggak ada SOP pelayanan baik ke customer?Banyak juga yang nggak pernah kasih kembalian kalau beli full tank, seumpama Rp 20.600 selalu ditembak jadi Rp 21.000. Terus kalau tumpah/luber nggak ada respon buat bantuin bersihin tangkinya, seakan-akan cuek. Terus kalau saya lihatin angka di dispenser mereka suka nggak terima.Karena saya sering isi dengan nominal uang yang sama jumlah isi bensinya suka berbeda tiap SPBU. Saya selalu beli Pertamax yang ada logo Layanan Prioritas tapi layanan malah buruk.”– Henry Hermawan.
- “Memang sih lebih murah tapi pelayanan itu aduh payah. Petugas-petugasnya seakan-akan kita ngemis bensin ke dia padahal kita tuh bayar, Mereka sering membulatkan nominal yang masih jauh misal 20.100 jadi 21.000. Kalau di atas 500 di genapin ke 21.000 sih it’s ok. Lalu saya tuh sebagai orang yang sering mengantar barang kemana-kemana menggunakan motor kadang barang yang saya bawa tuh beratnya bisa seperempat dari berat motor saya. Yang harus menurunkan barangnya dulu dari atas jok motor tapi kalian punya petugas seakan BUTA tidak melihat saya kesusahan mengangkat barang yang saya bawa sampai akhirnya saya dibantu orang di belakang saya tapi petugas pom Shell mereka tanpa kita bilang/suruh ke mereka,mereka inisiatif untuk membantu saya. – Leonardo Aldo.
- “Entah mengapa dengan nominal yang sama (misal Rp 40 ribu) Shell Super lebih jauh jarak tempuhnya dan lebih adem mesinnya dibanding Pertamax bahkan jika dibandingkan dengan Pertalite lebih jauh shell super. Padahal (kalo bener takarannya) harusnya dengan pertalite jarak tempuh/Rp 40rb lebih jauh karena dapatnya lebih banyak. Yang jadi pertanyaan apakah kualitas BBM atau kuantitas (takaran) yang tidak pas di SPBU Pertamina?” – Eko Juniarto
- “Saya dengar dari dosen saya ongkos produksi BBM di Shell USS 7/barrel sedangkan di Pertamina USS 38/barrel, ada apa sehingga perbadaan ongkos produksi tersebut begitu jauh? Kalau masalah harga di PT.Pertamina murah itu karena disubsidi, sedangkan di Shell? Tidak!” – Indra Rahardi.
- “Bukannya tidak cinta produk dalam negeri, tapi pengalaman takaran di SPBU-nya beda-beda. Jadi saya jarang banget ngisi di pertamina kalau di dalam kota, kecuali nemu yang kode 31- saya pasti ngisi di situ kecuali keluar kota, mau tidak mau karena tidak ada SPBU swasta ya ngisi di Pertamina.” – Alvin Permana.