Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensabdakan bahwa setan dibelenggu di bulan Ramadhan.
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika setan-setan telah dibelenggu, mengapa masih ada yang berbuat maksiat di bulan Ramadhan? Mengapa juga masih ada yang korupsi di bulan Ramadhan dan sebagian pelakunya adalah muslim?
Seperti bisa kita baca dalam berita, Ketua Pemuda Muhammadiyah pernah mengingatkan bahwa korupsi juga tetap ramai di bulan Ramadhan berkedok THR tanpa alokasi anggaran. KPK juga pernah menangkap pejabat dan hakim yang melakukan korupsi di bulan Ramadhan.
Ibnu Taimiyah menjelaskan, meskipun setan dibelenggu, seseorang masih bisa bermaksiat. Sebab maksiatnya seseorang bukan hanya karena digoda oleh setan tetapi juga karena dorongan syahwatnya. Jadi, meskipun setan tidak bisa menggoda karena dibelenggu, syahwat manusia masih ada. Jika tidak ditahan, syahwat inilah yang mengajak kepada kemaksiatan.
Abul ‘Abbas Al-Qurthubi juga memiliki penjelasan yang lebih detil. Menurutnya, setan dibelenggu dari orang yang menjalankan puasa dengan benar. Yakni dari orang-orang yang memperhatikan syarat dan adab berpuasa. Adapun orang yang tidak menjalankan puasa dengan benar –apalagi orang yang tidak berpuasa- maka setan tidaklah terbelenggu darinya.
Dan kalaupun setan dibelenggu dari seluruh orang yang berpuasa bagaimanapun kualitas puasanya, tetap saja maksiat bisa terjadi dengan sebab lain. Yakni dorongan hawa nafsu yang selalu mengajak kepada kejelekan.
Ia juga mengisyaratkan adanya kebiasaan yang telah dilakukan orang tersebut ketika diganggu oleh syetan. Kebiasaan itu tetap terbawa meskipun setan sudah tidak menggodanya.
Dalam kondisi yang terakhir ini, manusia itulah yang menjadi setan itu sendiri sebagaimana firman Allah:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu” (QS. Al An’am: 112)
Maka marilah kita perhatikan puasa kita dan kita berupaya agar terhindar dari kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, khususnya di bulan Ramadhan. Terutama dari dosa-dosa besar yang sangat tidak layak terjadi dalam kondisi setan telah dibelenggu. Jangan sampai kita menjadi bagian dari setan seperti firman Allah dalam Surat Al An’am ayat 112 tersebut. [Muchlisin BK/Bersamadakwah]