Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi adalah seorang sahabat yang namanya tercatat dalam sejarah sebagai utusan Rasulullah untuk Kisra Persia. Ia juga berinteraksi langsung dengan Kaisar Romawi. Aksinya yang heroik membuat Kaisar membebaskan pasukan Islam. Atas aksi heroik dan jasanya itu, Umar dan para sahabat mencium keningnya.
Abdullah bin Hudzafah berasal dari suku Quraisy, keturunan Bani Sahmi. Ayahnya bernama Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa’d. Ibnunya bernama Bintu Hurtsan dari Bani al-Harits bin Abdi Manat. Kisah hidupnya penuh keberanian, pengorbanan, dan keteguhan dalam mempertahankan iman, yang menjadikannya teladan bagi umat Muslim sepanjang masa.
Daftar Isi
Assabiqunal Awwalun
Abdullah bin Hudzafah adalah salah satu sahabat yang menerima Islam pada masa awal. Ketika cahaya Islam mulai menyebar di tengah masyarakat Mekah, Abdullah dengan penuh keyakinan menerima risalah yang Rasulullah bawa. Maka, jadilah ia salah seorang assabiqunal awwalun.
Namun, perjalanan keimanan ini bukan tanpa rintangan. Ia harus meninggalkan tanah airnya. Ia berhijrah ke Habasyah dalam gelombang hijrah kedua bersama saudara-saudaranya, termasuk Qais bin Hudzafah dan Khunais bin Hudzafah. Juga bersama istri saudaranya, Hafshah binti Umar bin al-Khattab.
Kelak, setelah Khunais bin Hudzafah gugur dalam Perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menikahi Hafshah sebagai bentuk penghormatan dan penjagaan atas keluarga sahabatnya.
Baca juga: Abdullah bin Jubair
Pengutusan ke Persia
Ketika Islam semakin kuat di Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mulai mengirim utusan ke berbagai negeri, termasuk Persia. Rasulullah tidak menyia-nyiakan masa damai akibat Perjanjian Hudaibiyah untuk berdakwah kepada para raja, kaisar, dan kisra.
Abdullah bin Hudzafah termasuk salah seorang sahabat yang terpilih untuk mengemban amanah penting ini. Rasulullah memilihnya untuk mengantarkan surat kepada Kisra Persia. Isinya adalah seruan untuk memeluk Islam.
Tentu saja perjalanan ini penuh risiko. Tugas ini juga berat mengingat Kisra Persia adalah penguasa besar yang memiliki kekuasaan luas. Abdullah, dengan keberanian luar biasa, menjalankan tugas ini tanpa gentar.
Namun, sesampainya di istana Kisra, sambutan yang ia terima jauh dari harapan. Kisra menanggapi surat Rasulullah dengan penuh amarah, bahkan merobek surat yang Abdullah bawa. Mendengar tindakan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa, “Ya Allah, hancurkanlah kerajaannya.”
Tak lama berselang, terjadilah apa yang Rasulullah doakan; Kisra Persia dibunuh oleh anaknya sendiri, Sirweh. Peristiwa ini menjadi tanda bahwa siapapun yang menentang kebenaran Islam tidak akan memperoleh keberkahan.
Baca juga: Abdullah bin Jahsy
Keteguhan di Hadapan Kaisar Romawi
Di balik keberaniannya yang luar biasa, Abdullah bin Hudzafah adalah pribadi yang ceria dan memiliki selera humor tinggi. Para sahabat mengenalnya sebagai sosok yang suka bercanda, meskipun dalam situasi sulit sekalipun.
Hal ini terlihat ketika pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab, Abdullah mendapat tugas untuk memimpin pasukan yang bertugas ke wilayah kekuasaan Romawi. Namun, Abdullah beserta 80 orang tentaranya tertawan oleh pasukan Romawi.
Kaisar Romawi yang tertarik pada keteguhan Abdullah mencoba berbagai cara untuk mengubah keyakinannya. Awalnya, sang kaisar menawarkan kebebasan dengan syarat Abdullah bersedia memeluk agama Nasrani. Namun, Abdullah menolak tawaran tersebut dengan tegas.
Kaisar berpikir keras bagaimana menaklukkan Abdullah. Ia kemudian menawarkan separuh kerajaan dan menikahkannya dengan putrinya. Abdullah tetap menolak. Keteguhannya membuat sang kaisar semakin penasaran sekaligus kagum pada komandan Islam di hadapannya tersebut.
Merasa kewalahan, Kaisar Romawi akhirnya memberikan tawaran yang lebih sederhana, yaitu mencium kepalanya sebagai tanda penghormatan dengan imbalan kebebasan bagi dirinya. Abdullah kemudian menjawab, “Baiklah, tetapi aku meminta agar seluruh tawanan Muslim juga dibebaskan.”
Terharu dan terkesan dengan keteguhan Abdullah, Kaisar Romawi setuju. Akhirnya, Kaisar Romawi membebaskan seluruh pasukan Muslim setelah Abdullah bin Hudzafah mencium keningnya.
Baca juga: Abdullah bin Amr bin Ash
Para Sahabat Cium Kening Ibnu Hudzafah
Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi kembali ke Madinah bersama sekitar 80 pasukan Muslim dalam kondisi selamat. Amirul Mukminin Umar bin Khattab menyambut gembira kedatangan mereka.
Setelah mengetahui kisah bagaimana pasukan Islam selamat berkat aksi heroik Abdullah, Umar menyuruh seluruh sahabat untuk mencium kening Abdullah sebagai bentuk apresiasi atas pengorbanannya.
“Wajib bagi setiap kaum muslimin mencium kepala Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi, dan aku yang akan memulainya,” kata Umar.
Baca juga: Abdullah bin Amr bin Haram
Berjihad hingga Tutup Usia
Setelah menunaikan tugas jihad di Syam, Ibnu Hudzafah kemudian meneruskan perjuangannya ke Mesir. Bersama Amr bin al-Ash, ia berjuang membebaskan Mesir.
Setelah Amr bin al-Ash berhasil menguasai benteng Fusthath, Ibnu Hudzafah melanjutkan ke Ainusy Syams. Hingga kemudian pasukan Islam juga berhasil membebaskan kota itu. Penduduknya juga mengajukan perjanjian damai sebagaimana Fusthath.
Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi wafat di Mesir pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Sebagian riwayat menyebut ia wafat pada tahun 28 hijriyah. Namun, ada juga yang menyebut 32 hijriyah atau 653 masehi di Mesir pada akhir masa pemerintahan Utsman bn Affan.
Meski tak banyak yang tahu kapan tepatnya ia meninggal, kisah keberanian, keimanan, dan keteguhannya dalam mempertahankan Islam tetap hidup dalam ingatan kaum Muslim. Abdullah adalah contoh nyata dari seorang sahabat yang siap mengorbankan segalanya demi Islam dan menjaga kehormatan sesama Muslim.
Baca juga: Abdullah bin Abu Bakar
Hikmah Kisah Abdullah bin Hudzafah
Kisah Abdullah bin Hudzafah adalah sumber inspirasi yang kaya akan hikmah. Ia mengajarkan arti keberanian sejati, yaitu keberanian yang bukan sekadar mempertaruhkan nyawa, tetapi juga menjaga kehormatan dan martabat sebagai seorang Muslim. Abdullah juga mengajarkan pentingnya keteguhan dalam mempertahankan iman, bahwa cobaan dan tekanan bukan alasan untuk meninggalkan keyakinan yang telah tertanam dalam hati.
Keberanian Abdullah dalam menghadapi ancaman serta kecerdasannya dalam berdiplomasi menunjukkan kepiawaiannya sebagai seorang pemimpin. Dalam situasi genting, Abdullah tetap mampu berpikir tenang dan mengambil keputusan yang bijak demi kepentingan umat Islam.
Kisah Sahabat Nabi ini juga mengingatkan bahwa seseorang harus selalu menjaga prinsip dan keyakinan, meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Abdullah menolak segala bentuk kompromi yang dapat mengikis keimanannya, bahkan ketika ditawari harta, wanita, dan tahta.
Dalam menghadapi segala ujian, Abdullah bin Hudzafah menunjukkan bahwa keimanan yang kokoh adalah kunci utama untuk menghadapi berbagai rintangan dalam kehidupan. Semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di surga terbaik bersama para Nabi dan syuhada. [Yahya Haniya/BersamaDakwah]
Referensi:
- Nafahat ‘Athrifah fi Sirah Shahabat karya Syeh Muhammad Raji Hasan Kinas
- Ashabu ar-Rasul karya Syekh Mahmud Al-Mishri
- Shuwar min Hayat ash-Shahabat karya Syekh Abdurrahman Raf’at Al Basya