Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Abdullah bin Jahsy, Ingin Bertemu Allah dengan Hidung Terpotong

Abdullah bin Jahsy, Ingin Bertemu Allah dengan Hidung Terpotong

0
abdullah bin jahsy
ilustrasi (adobe fiferly)

Hampir semua orang ingin mendapatkan kemenangan saat berperang. Lalu kembali kepada keluarganya dengan membawa ghanimah dan tawanan. Namun, tidak demikian dengan Abdullah bin Jahsy. Sahabat Nabi ini justru ingin syahid dalam kondisi hidung dan telinganya terpotong.

Abdullah bin Jahsy seorang yang tangguh dan berani mengorbankan segalanya demi memperjuangkan Islam. Ia lahir dari keluarga suku Asadi, Abdullah merupakan putra Jahsy bin Riab dan Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah.

Karena kedekatannya dengan Rasulullah, Abdullah memperoleh kedalaman pemahaman Islam sejak dini. Lelaki dengan nama kunyah Abu Muhammad ini merupakan salah satu dari sedikit orang yang menerima Islam di awal dakwah, bahkan sebelum Rasulullah memanfaatkan rumah al-Arqam bin Abu al-Arqam sebagai tempat berkumpul untuk para sahabat.

Abdullah menjadi salah satu pejuang awal yang mempertaruhkan segalanya demi ridha Allah Ta’ala. Ia menjadi salah satu assabiqunal awwalun yang siap mengorbankan segalanya untuk agama yang ia cinta, termasuk nyawa.

Hijrah ke Habasyah, Hijrah ke Madinah

Abdullah bin Jahsy melakukan dua kali perjalanan hijrah: pertama ke Habasyah, lalu ke Madinah. Dalam hijrahnya ke Habasyah, Abdullah bersama saudaranya, Ubaidillah, serta saudari-saudari mereka yakni  Zainab binti Jahsy, Ummu Habibah, dan Hamnah binti Jahsy.

Namun, ketika di Habasyah, Ubaidillah berpindah agama menjadi Nasrani dan meninggal di sana sebagai Nasrani. Ummu Habibah pun menjadi janda. Setelah masa iddah Ummu Habibah berakhir, Rasulullah menikahinya melalui perantaraan Raja Najasi.

Ketika mendengar berita bahwa Rasulullah dan kaum muslim lainnya telah hijrah ke Madinah, Abdullah segera membawa keluarganya menyusul ke sana. Di kota suci itu, mereka tinggal di rumah Ashim bin Tsabit bin Abu al-Aqlah dan memulai hidup baru sebagai penduduk Madinah yang berkomitmen memperjuangkan Islam sampai titik darah penghabisan.

Baca juga: Abdullah bin Amr bin Ash

Kehilangan Harta, Beroleh Surga

Hijrah adalah amal besar dengan risiko mahal. Para sahabat yang berhijrah bukan hanya meninggalkan tanah airnya tetapi juga meninggalkan hartanya. Sebab saat itu tidak ada kartu ATM atau rekening digital seperti saat ini. Harta berupa rumah atau properti lainnya tak mungkin dibawa. Demikian pula binatang ternak. Apalagi, mayoritas sahabat hijrah secara sembunyi-sembunyi. Jika ketahuan, mereka bisa mendapatkan siksaan bahkan pembunuhan.

Demikian pula Abdullah bin Jahsy. Hartanya yang masih di Mekkah dijarah. Termasuk rumah. Semuanya menjadi santapan orang-orang kafir Quraisy.

Abdullah merasa sedih atas kehilangan ini lalu mengadukannya. Mendengar keluh kesah sahabatnya, Rasulullah menenangkannya dengan bersabda, “Apakah kau tidak rida, hai Abdullah, bahwa Allah akan memberimu rumah di surga?”

Mendengar kabar tersebut, Abdullah merasa tenang dan ikhlas menerima kehilangannya sebagai bagian dari pengorbanan di jalan Allah.

Abdullah turut berjuang dalam Perang Badar, pertempuran bersejarah yang mengukuhkan kekuatan Islam dan mengguncang kedudukan kaum Quraisy. Abdullah menyaksikan langsung bagaimana Allah memenangkan kaum muslimin dalam pertempuran ini. Simbol-simbol kemusyrikan hancur, dan banyak pemimpin Quraisy seperti Abu Jahal, Utbah, Syaibah, dan al-Walid bin Utbah tewas di medan perang.

Pada saat itu, para sahabat mendapatkan keyakinan dan kekuatan iman yang luar biasa. Dan bagi Abdullah, pengalaman ini semakin mempertebal keimanannya.

Namun, kemenangan kaum muslim di Badar memicu rasa dendam yang mendalam di hati para pemimpin Quraisy yang kehilangan sanak keluarga mereka. Dengan hati yang penuh kebencian, mereka menyusun rencana balas dendam besar-besaran yang akhirnya berujung pada Perang Uhud.

Baca juga: Abdullah bin Amr bin Haram

Doa Abdullah bin Jahsy Menjelang Perang Uhud

Di tengah persiapan Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy melakukan sebuah perbincangan yang dengan Sa’d bin Abi Waqqash. Abdullah mengusulkan agar mereka berdoa, memohon kekuatan dari Allah untuk menghadapi musuh.

Sa’d berdoa, “Ya Allah, jika aku bertemu dengan musuh besok, pertemukan aku dengan seorang yang kuat agar aku dapat mengalahkannya di jalan-Mu.”

Ketika tiba giliran Abdullah berdoa, ia memohon sesuatu yang berbeda. “Ya Allah, pertemukanlah aku dengan musuh yang kuat sehingga aku dapat bertarung dengannya. Namun, biarlah ia membunuhku, memotong hidung dan telingaku, agar ketika aku datang menghadap-Mu, aku bisa berkata bahwa pengorbananku ini adalah untuk-Mu dan Rasul-Mu.”

Bagi orang awam, doa ini sungguh aneh. Bukan hanya meminta syahid tetapi minta syahid dengan hidung dan telinga terpotong. Namun, dia mencerminkan ketulusan hatinya dalam mengorbankan segalanya demi membela agama yang ia cintai.

Baca juga: Abdullah bin Abu Bakar

Syahidnya Abdullah bin Jahsy di Perang Uhud

Ketika pertempuran berlangsung, Abdullah bin Jahsy benar-benar menjalani takdirnya. Ia gugur sebagai syuhada, dengan hidung dan telinganya terpotong, persis seperti yang ia minta dalam doanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Abdullah gugur syahid dalam usia sekitar 40 tahun. Ia dimakamkan bersama paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah turut menshalati mereka berdua dan mengurus segala harta peninggalan Abdullah. Harta tersebut kemudian diwariskan kepada putra Abdullah melalui kekayaan yang diperoleh dari Perang Khaibar.

Kisah hidup Abdullah bin Jahsy adalah teladan tentang ketulusan, keteguhan hati, dan kerelaan berkorban di jalan Allah. Juga teladan keberanian dan totalitas perjuangan.

Dalam kehidupannya yang penuh dengan ujian, ia tetap teguh dan berani menghadapi segala kesulitan. Abdullah bin Jahsy adalah sosok yang membuktikan bahwa kesetiaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah yang tertinggi di atas segalanya. [Yahya Haniya/BersamaDakwah]