Beranda Tazkiyah Akhlak Belajar Akhlak Luhur dari Ulama Dzurriyah Rasul

Belajar Akhlak Luhur dari Ulama Dzurriyah Rasul

0
akhlak luhur ulama dzurriyah rasul

Tiga hari ‘mendampingi’ Habib Salim Segaf Al-Jufri menjadi kesyukuran tersendiri. Selain mendapatkan ilmu, juga bisa melihat langsung bagaimana keteladanan akhlak beliau. Jika ilmu terkadang bisa kita dapatkan tanpa bertemu, pendidikan akhlak ini hanya kita dapatkan saat bertemu dan menyaksikan apa yang beliau lakukan.

Tentu banyak keteladan akhlak beliau, tetapi dalam kesempatan ini izinkan saya berbagi enam poin yang menurut saya paling berkesan.

1. Mengutamakan shalat jamaah

Sejak hari pertama di Gresik, di tengah padatnya kesibukan, Habib Salim selalu mengutamakan shalat berjamaah. Beliau juga mengingatkan kami untuk menjaga shalat jamaah. Dan alhamdulillah, betapa pun pentingnya, acara di Hotel Horison dihentikan sementara menjelang azan Ashar. Seluruh peserta menunaikan shalat ashar berjamaah di awal waktu. Baru setelah itu mendengar taujih beliau.

Pada hari-H Haul Habib Abu Bakar Assegaf, tim yang ‘mengawal’ beliau sempat bimbang. Di tengah ribuan orang dan sebagian habaib sudah meninggalkan masjid, beliau belum terlihat dari serambi.

“Pasti beliau akan shalat jamaah dulu.”

“Tapi waktunya mepet jika tidak segera ke bandara.” Belum tuntas dialog tersebut, azan berkumandang lalu iqamat ditunaikan.

“Baiklah, kita shalat jamaah dulu.”

Usai shalat jamaah, kami masih menunggu. Sekira 15 menit kemudian, beliau baru keluar. Benar, beliau shalat berjamaah dengan menjama’ shalat zuhur dan ashar.

2. Sabar

Melihat wajah teduhnya, kita bisa merasakan pancaran kesabaran beliau. Dan ini semakin terbukti dengan beberapa ‘drama’ selama tiga hari di Gresik. Misalnya saat panitia dan driver sempat miskomunikasi sehingga mobil berangkat padahal beliau masih belum sampai di jalan raya.

Dan tahu sendiri kan bagaimana macetnya Jalan Harun Thohir Jumat malam usai rauhah? Untuk putar balik bisa makan waktu 30 menit. Beliau sabar menunggu mobilnya kembali meskipun sambil berdiri dan akhirnya mendapat tempat duduk di area warung kopi.

Pun di hari Sabtu usai haul, beliau yang sudah teragendakan bertemu Habib Hasan sampai bolak-balik dua kali jalan kaki dari rumah Habib Muhammad Idrus. Sebab rumah Habib Hasan penuh dengan tamu.

3. Tidak mau dikawal berlebihan

“Maaf, Habib capek,” kata seorang anggota tim yang mengawal beliau saat orang-orang berebut mencium tangan Habib Salim. Bayangkan, sejak Jum’at ba’da ashar beliau sudah mengikuti rauhah hingga ba’da Isya’. Paginya, arak-arakan dari kediaman keluarga Habib Abu Bakar menuju Masjid Jami’ kemudian mengikuti haul sampai zuhur.

Kami pun reflek membentuk border agar beliau ‘terlindungi’ dari desakan jamaah. Rupanya beliau tidak berkenan. Beliau ingin kami berjalan sebagaimana biasa, tanpa membentuk border. Alhasil, perjalanan menjadi lebih lambat karena banyak jamaah yang menyapa dan mencium tangan beliau. Bahkan ada yang bertanya dan minta foto.

Istri beliau juga sama, tidak mau dikawal. Rombongan Santika yang sudah tiba di Hotel Santika, tempat beliau berdua menginap, terpaksa pulang karena beliau tidak berkenan dikawal.

4. Tidak mau memotong antrian

Ini lanjutan dari kisah kesabaran beliau yang dua kali bolak-balik ke kediaman Habib Hasan. Pada kesempatan kedua, tim yang mengawal beliau berinisiatif meminta tamu-tamu Habib Hasan untuk minggir dulu. Tamu-tamu ini sebenarnya tidak lama. Umumnya adalah santri-santri beliau yang hanya masuk untuk bersalaman dengan Habib Hasan. Namun karena jumlahnya ratusan (atau mungkin ribuan), mereka tidak habis-habis hingga satu jam kemudian.

“Jangan meminggirkan orang lain,” Habib Salim langsung mengingatkan. “Saya telepon saja Habib Hasan.”

Akhirnya beliau berkomunikasi melalui telepon seluler dengan Habib Hasan. Menjelaskan situasinya. Habib Hasan pun mengerti meskipun sebelumnya sempat mengatakan, “Saya tidak akan makan sebelum Habib Salim makan di rumah saya.”

Alhamdulillah, beberapa jam sebelumnya beliau berdua sudah bertemu sebelum berangkat haul ke Masjid Jami’. Jadi urusan makan siang bersama ini tidak jadi soal.

5. Mudah soal makanan

Batalnya rencana makan siang bersama Habib Hasan tidak menjadi masalah. Habib Salim kemudian diajak ke rumah Habib Muhammad Idrus dan makan di sana. Beliau mengambil makanan yang terdekat. Kebetulan saat itu yang terdekat adalah buah-buahan yang sebelumnya disiapkan oleh para umahat. Kemudian makan nasi, sayur, dan lauk yang terdekat dengan beliau.

Sebelumnya, ketika kami menjamu di sebuah rumah makan beliau sudah mengingatkan, “Saya datang ke Gresik bukan untuk makan makanan lezat. Jadi yang sederhana saja. Yang paling penting adalah silaturahim.”

6. Ringan membantu

Semakin siang, tim yang mengawal beliau khawatir dengan batas waktu ke bandara. Kendati demikian, saat ada orang yang minta didoakan, Habib Salim masih memenuhinya. Beliau mendoakan orang itu sesuai permintaannya.

“Wah, jadi lama lagi ini,” kata seorang tim yang mengawal beliau karena semakin mengkhawatirkan jadwal tiba di bandara.

Sebelumnya, dengan ringan tangan Habib Salim membantu beberapa orang yang minta bantuan dalam bentuk lainnya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]