Sudah kesekian kalinya Ustadz Nur mendatangi rumah itu, tapi jawaban serupa kembali ia dapatkan.
“Suul belum ke sini. Sudah lama ia nggak muncul. Sebagai keluarga kami pasrah saja jika Bapak mau memprosesnya ke polisi,” kata sang paman. Dari lelaki paruh baya ini juga Ustadz Nur tahu, Suul telah berkali-kali membawa lari mobil orang. Dan kini, Ustadz Nur menjadi salah satu korbannya.
Ustadz Nur memiliki bisnis rental mobil. Beberapa bulan yang lalu Suul datang meminjam mobil untuk satu bulan. “Ada proyek dari perusahaan,” katanya saat itu. Karena KTP-nya ada, tertera jelas alamatnya hanya beda kelurahan, Ustadz Nur pun melepas mobil itu. Sebulan berlalu, Suul mengembalikan mobil itu.
Beberapa hari kemudian, Suul datang lagi. Ia meminjam mobil dengan alasan yang sama untuk jangka waktu yang sama pula. Selesai satu bulan, Suul mengembalikan mobil itu. Demikian ia ulangi sekali lagi. Namun pada rental yang keempat, satu bulan berlalu belum ada kabar dari Suul. Mobil belum dikembalikan, HP Suul juga tidak bisa dihubungi. Ustadz Nur mulai cemas. Hitungan hari telah berganti pekan.
Ustadz Nur pun kemudian mencari Suul ke rumahnya sesuai alamat KTP. “Saya istrinya, dan ini rumah orang tua saya. Suul sudah lama nggak pulang. Coba bapak cari di rumah orang tuanya, mungkin dia di sana,” kata sang istri sambil menyerahkan alamat orang tua Suul.
Ustadz Nur seperti dipimpong. Di rumah mertuanya tidak ada, di rumah orang tua Suul juga tidak ada. Mendengar cerita keluarga Suul, Ustadz Nur jadi kasihan bercampur geram. Keluarganya sudah pasrah jika Suul masuk penjara. Apalagi melihat ibu Suul. Perempuan tua itu tampak sangat sedih jika ditanyai tentang anaknya. “Sebaiknya jangan tanya-tanya Suul lagi kepada ibu, kasihan dia jadi sedih nggak mau makan,” kata keluarga Suul.
“Apakah Suul sewaktu kecil diberi makanan haram?,” Ustadz Nur tiba-tiba teringat pertanyaan itu. Di luar pencariannya atas mobil yang hilang, ia juga tergelitik untuk menyelidiki latar belakang Suul. Ibu Suul hanya menangis. Rupanya di waktu kecil, mereka terlibat ‘penzaliman tanah’ dan tentu saja Suul juga diberi makan dari uang haram tersebut.
Kini mobil Ustadz Nur telah kembali. Tetapi latar belakangnya menjadi kesimpulan tersendiri. Sebelumnya ada sejumlah kasus yang agak berbeda tetapi memiliki satu benang merah. Banyak pemuda dan orang-orang bermasalah –baik terjerat hukum atau cacat moral- ternyata mereka mengecap uang haram di waktu kecilnya.
Saudaraku orang tua muslim… Kita pasti menginginkan anak-anak yang shalih dan shalihah. Kita pasti menginginkan anak-anak yang berbakti. Kita pasti menginginkan anak-anak yang sukses di dunia dan akhirat. Salah satu kuncinya adalah, nafkahi mereka hanya dari harta halal. Jangan sekali-kali memberikan makanan haram kepada mereka. Makanan haram bukan hanya daging babi dan lainnya yang diharamkan karena jenis makanan. Tetapi juga makanan haram yang diperoleh dari uang atau harta haram. Korupsi, mencuri, menipu, riba dan sejenisnya. Ini yang lebih banyak terjadi.
Apa yang menimpa Suul bukanlah kisah satu-satunya. Sebelumnya pernah terjadi seorang pejabat BUMN yang sangat menyesal mengetahui anaknya terjerat narkoba. Untuk merehabilitasinya, ia mengeluarkan uang Rp 1,2 milyar. Setara dengan jumlah korupsi yang ia lakukan. Untungnya, pejabat itu kemudian bertaubat setelah ditegur Allah dengan anaknya yang terjerat narkoba. [Muchlisin BK/bersamadakwah]
*Ustadz Nur dan Suul bukanlah nama sebenarnya