Tom Marvolo Riddle, keturunan terakhir dari penyihir Salazar Slytherin. Dia dikenal dengan Voldemort. Sosok penyihir yang sangat kuat, membuat penyihir lain begitu ketakutan padanya. Jiper. Saking takutnya, mereka tak nyali menyebut namanya langsung, hanya menyebutnya “You-Know-Who” dan “He-Who-Must-Not-Be-Named”. Sementara para followernya menyebut dirinya dengan titel “The Dark Lord”.
Voldemort, sosok yang haus akan kekuasaan. Sedikit psikopat. Karena tingkat kepercayaan dirinya yang sangat kuat, maka dia menghendaki orang lain memanggilkan dengan sebutan Lord Voldemort. Pakai kata “lord” seolah dia sudah setara dengan Tuhan. Ketakutan terbesar Voldemort adalah kematian, karena itulah dia berusaha melenyapkan semua hal yang dapat membuatnya mati.
Voldemort dalam Dunia Dakwah
Sosok laiknya Voldemort nyatanya hadir tidak hanya dalam dunia fiksi dalam buku atau film Harry Potter. Namun disadari atau tidak, gambaran Voldemort telah merasuk ke dalam aktivis dakwah,
Kegiatan menyampaikan kebaikan seperti yang diajarkan Rasulullah SAW memang kewajiban setiap muslim. Sebuah kewajiban yang sangat mulia bagi para ADK–aktivis dakwah kampus, aktivis dakwah kampung maupun aktivis dakwah kantor.–atau aktivis dunia maya. Berjalannya waktu, futur pun melanda mereka.
Tak dipungkiri, dunia nyata dan dunia maya (dumay) kini makin panas. Perang kebatilan dan kebenaran begitu terang benderang. Aktivis dakwah pun turun ambil bagian dalam perang dumay ini. Sayangnya, semangat yang membuncah tak dibarengi kapasitas pemahaman, daya analitik, juga sikap yang malas cek bin ricek. Yang terjadi mendapat label tukang fitnah, penyebar hoax sejati dan seakan”pintar”membaca pikiran, dan dapat “terbang” begitu saja tanpa bantuan jamaah. Jari tangan yang menekan tuts-tuts begitu saja macam tongkat sihir Voldemort terbuat dari batang pohon cemara yg bagian luarnya beracun.
Ketika dalam perjalanan pulang dari sebuah agenda, kemarin sore, penulis berdiskusi dengan penulis buku “Mengubah Pusaran Menjadi Arus Balik”, Erwyn Kurniawan, tentang kegelisahan melihat kader dakwah yang main bag-big-bug di dunia maya dan doyan ngeshare tautan yang kurang bermutu.
“Saya juga heran kenapa mereka menyukai sesuatu yang bombastis, sementara ketika kita sajikan tulisan yang agak berbobot sedikit sekali yang akses. Jatuhnya mereka akan anti-kritik,” ucapnya sambil menyetir menentukan arah jalan di tengah kemacetan Jakarta.
Ia pun sambil memberikan contoh laporan akhir tahun yang dikeluarkan media online Islam kenamaan tentang 10 tulisan tertinggi yang banyak diakses. Dan rata-rata adalah tulisan bombastis yang analisa dan bobotnya sangat memprihatinkan. Untungnya, posisi pertama tulisan yang di peringkat pertama adalah tulisan yang laik diapresiasi karena mencerahkan.
Kekurangan aktivis dakwah masa kini adalah rendahnya aktivitas literasi. Kegiatan menulis dan membaca. Terutama membaca buku— bukan hanya artikel berbobot. Padahal otak berkembang salah satunya dengan membaca. Otak sama halnya dengan otot, berkembang bila banyak dilatih. Tanpa ada agenda rutin dan peluangan waktu untuk membaca, aktivis dakwah tak beda dengan Voldemort yang menjadi ruh tanpa kekuatan. Kosong. [Paramuda/ BersamaDakwah]