Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Ali dan Tugas Mulia di Malam Hijrah (Bagian 4)

Ali dan Tugas Mulia di Malam Hijrah (Bagian 4)

0
Gurun (landscapehdwalls)

Lanjutan dari Ali dan Tugas Mulia di Malam Hijrah (Bagian 3)

Mengapa Ali rela mengorbankan hidup pada malam hijrah?

Tentu jawabannya adalah agar dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dapat tersebar, dan agar Islam dapat menyinari seluruh penjuru dunia.

Sesungguhnya kehidupan Abu As-Sibthain Ali bin Abi Thalib, mencurahkan keagungan dan kemuliaan, mencerminkan pengorbanan dan kehebatan, dan ketinggian tekadnya membentang luas tanpa batas, menyinari kisah-kisah kepahlawanan dan pengorbanan besar lainnya, serta keagungan yang andai bukan karena kejujuran sejarah niscaya semua itu akan dianggap sebagai mimpi dan dongeng belaka.

Dialah Abu Turab, Abu Al-Hasan, ayah dari dua pemimpin pemuda surga, Khulafa’ur rasyidin keempat, saudara sepupu dari sang penutup para nabi dan rasul.

Ia adalah suami dari putri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kecintaan Allah dan Rasul-Nya, pembawa benderanya, pemimpin dari setiap mukmin dan mukminah.

Ia adalah orang kesayangan para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan orang yang tidak bisa terlepas dari Al-Qur’an dan sunnah.

Dialah Amirul Mukminin Abu Al-Hasan Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib Radhiyallahu Anhu.

Ali bin Abi Thalib ikut mendampingi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam seluruh peristiwa kecuali perang Tabuk. Dia tidak ikut dalam perang tersebut

Kenapa Ali tidak ikut? Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang memerintahkannya untuk itu.

Beberapa orang remaja datang menemui Ali seraya mengatakan,

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkanmu untuk tinggal bersama kaum wanita dan anak-anak.”

Maka ia pun segera menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berkata,

“Wahai Rasulullah, apakah engkau meninggalkanku bersama anak-anak dan kaum wanita?”

Maka beliau berkata,

“Tidakkah engkau ridha jika kedudukanmu di sisiku adalah sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.” (Muttafaq Alaih)

Sebagai khalifah ketiga setelah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, Ali bin Abi Thalib menjalankan amanah sebaik-baiknya. Pada masanya, banyak terjadi fitnah yang dimotori oleh orang-orang kafir yang ingin memecah belah persatuan umat Islam.

Hingga akhirnya Ali bin Abi Thalib dibunuh saat menunaikan shalat di masjid. Ia dibunuh oleh tikaman penjahat bernama Abdurrahman bin Muljam, dan itu terjadi pada hari Jum’at tahun keempat puluh hijrah.

Ali bin Abi Thalib ia meninggal dunia pada malam ahadnya. Akan tetapi kisah hidupnya tidak pernah mati.

Amirul Mukminin telah wafat, akan tetapi keadilan dan zuhudnya, kewara’an dan pengorbanannya masih tetap menjadi pelita bagi siapa saja yang ingin hidup sebagaimana hidup para pahlawan, hidup para mujahid, sebagaimana hidup yang dijalani oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya.

Sungguh di dalam kisah mereka terdapat pelajaran, dan itu bukanlah cerita yang dibuat-buat.

Sebab, itu adalah kisah hidup yang benar, tentang keikhlasan dalam mengikuti, yang membuahkan kisah hidup yang lebih mirip dengan legenda, yang dijalani oleh orang-orang besar itu.

Disarikan dari Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]