Beranda Dasar Islam Hadits Hadits Arbain Nawawi ke-18: Taqwa dan Akhlak Mulia

Hadits Arbain Nawawi ke-18: Taqwa dan Akhlak Mulia

0
hadits arbain nawawi 18 - taqwa dan akhlak mulia
ilustrasi akhlak mulia

Variabel apa yang paling mempengaruhi taqwa? Tempat atau lingkungan. Dari mana kita tahu? Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkannya dalam Hadits Arbain Nawawi ke-18. Selain perintah taqwa di mana pun berapa, beliau juga memerintahkan untuk mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik, serta berakhlak mulia.

Arbain Nawawi (الأربعين النووية) adalah kumpulan hadits pilihan yang disusun oleh Imam An Nawawi rahimahullah. Jumlahnya hanya 42 hadits, tetapi mengandung pokok-pokok ajaran Islam. Demikian pula hadits ke-18 ini mengandung pokok ajaran Islam untuk bertaqwa di mana pun berada, mengiringi kesalahan dengan perbuatan baik, dan memperlakukan manusia dengan akhlak mulia.

Arbain Nawawi ke-18 dan Terjemah

عَنْ أَبِى ذَرٍّ جُنْدُوْبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ ابْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ, وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ

Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrohman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kalian berada. Iringilah kesalahanmu dengan berbuat baik, niscaya kebaikan itu menghapusnya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak mulia.” (HR. Timidzi; hasan)

Baca juga: Hadits Arbain ke-1

Penjelasan Hadits

Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dari dua sahabat yakni Abu Dzar Al-Ghifari dan Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma. Nama asli Abu Dzar adalah Jundub bin Junadah, sedangkan nama kuniyah Muadz bin Jabal adalah Abdurrahman.

Abu Dzar berasal dari kabilah Bani Ghifar. Ia sosok hanif yang tidak mau menyembah berhala. Ketika mendengar bahwa ada orang Mekah yang mengaku sebagai Nabi, Abu Dzar menuruh adiknya, Anis bin Junadah untuk menelusuri berita tersebut. Setelah kembali, Anis mengatakan, ia melihat seseorang yang menyeru kepada keluhuran akhlak dengan kata-kata indah melebihi segala syair. Namun, orang-orang Quraisy menyebut laki-laki tukang sihir.

Abu Dzar semakin penasaran. Maka, ia sendiri berangkat ke Mekah. Ia sempat tiga hari menginap di rumah Ali. Pada hari ketiga, Abu Dzar baru menyampaikan tujuannya setelah ditanya oleh Ali. Ali pun mempertemukan Abu Dzar dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Abu Dzar langsung masuk Islam pada pertemuan pertama.

Rasulullah kemudian menyuruh Abu Dzar kembali ke kampung halaman dan mendakwahi kaumnya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, Abu Dzar membawa kaumnya untuk bergabung dengan komunitas Muslim di sana. Rasulullah menyambut kedatangan mereka dengan bahagia. Abu Dzar tumbuh menjadi sahabat yang zuhud dan wara’.

Sedangkan Muadz bin Jabal adalah sahabat dari kalangan Anshar. Tokoh suku Khazraj ini masuk Islam sejak Mush’ab bin Umair mendakwahkan Islam di Madinah.

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Muadz bin Jabal dengan Abdullah bin Mas’ud. Setiap kali turun ayat Al-Qur’an, Muadz berusaha menghafal dan mengamalkannya. Karenanya ia menjadi sahabat yang paling tahu halal haram sebagaimana Rasulullah memujinya.

Tak hanya memuji, Rasulullah juga mengapresiasi keilmuan Muadz dengan mengutusnya sebagai dai untuk mengajari penduduk Mekah usai Fathu Makkah. Rasulullah juga mengutus Muadz ke Yaman untuk mendakwahi orang-orang Yaman yang sebelumnya nasrani agar masuk Islam. Dan Muadz berhasil melakukannya dengan baik, penduduk Yaman berbondong-bondong masuk Islam.

Kata ittaqi (اتق) merupakan bentuk kata kerja perintah (fi’il amr) untuk bertaqwa. Taqwa berasal dari kata waqayaqiwiqayah (وقى – يقي – وقاية). Wiqayah berarti menjaga, melindungi, atau membentengi diri. Seseorang yang bertaqwa adalah orang yang membuat pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang ia takuti (siksaan atau kemurkaan).

Ittaqillah (اتق الله) artinya bertaqwalah kepada Allah. Artinya membuat benteng dan perlindungan dari siksa Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

Kata haitsumaa (حيثما) merupakan kata keterangan tempat (zharaf makan) yang diikuti dengan ma syarthiyyah (untuk penekanan). Artinya adalah “di mana pun” atau “ke mana pun”.

Kata atbi’i (أتبع) artinya iringilah atau ikutilah. Yakni أتبع الحق وافعل عقبها مباشرة (ikutilah kebenaran, lakukanlah amal setelahnya secara langsung).

Kata as-sayyi’ah (السيئة) maknanya adalah الذنب الذي يصدر منك (dosa yang timbul dari dirimu). Sedangkan tamhuhaa (تمحها) adalah menghapus dari catatan malaikat dan tidak membalasnya.

Kata khaaliqi (خالق) artinya adalah pergaulilah sedangkan khuluq (خلق) artinya adalah akhlak.

Menurut Imam Ibnu Daqiq Al-Ied dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, Rasulullah mensabdakan hadits ini kepada Abu Dzar sebelum ia kembali ke kampung halamannya di Kabilah Bani Ghifar. Selain mengajarkan untuk bertaqwa di mana pun ia berada, Rasulullah juga mengajarkan untuk mengikuti perbuatan buruk dengan perbuatan baik, serta berakhlak mulia dengan memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan.

Baca juga: Hadits Arbain ke-2

Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting

hadits arbain nawawi 18

Syekh Muhammad bin Abdullah Al-Jurdani Ad-Dimyati menilai hadits ini adalah hadits agung. “Hadits ini merupakan hadits agung dan kaidah agama. Ia mencakup tiga hal yakni hak Allah, hak orang yang bertanggung jawab, serta hak para hamba,” kata beliau dalam Al-Jauhar Al-Lu’luiyyah fi Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah.  

Hadits ke-18 Arbain Nawawi ini mengandung banyak pelajaran penting. Berikut ini beberapa poin utama yang bisa kita ambil dari hadits ini:

1. Nasihat taqwa

Syekh Musthofa Dieb Al-Bugha dalam Al-Wafi mengatakan bahwa pesan yang paling penting adalah “Taqwa kepada Allah.” Sebab, taqwa merupakan sumber semua kebaikan dan pencegah segala keburukan.

Oleh karena itu, setiap Jum’at kita diingatkan untuk bertaqwa kepada Allah. Pesan taqwa adalah rukun khutbah Jum’at. Tanpa pesan taqwa, khutbah Jum’at menjadi batal.

Menurut Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, taqwa adalah taat dan tidak ingkar, ingat dan tidak lupa, serta bersyukur dan tidak kufur. Menurut Imam Al-baidhawi, taqwa adalah mengerahkan potensi dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. Banyak ulama mendefinisikan taqwa secara singkat tetapi lengkap. Taqwa adalah mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Baca juga: Hadits Arbain ke-3

2. Taqwa di mana pun berada

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Abu Dzar untuk bertaqwa di mana pun berada. Perintah ini tidak hanya berlaku untuk Abu Dzar tetapi juga untuk kita sebagai umat beliau.

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggandengkan taqwa dengan variabel tempat “di mana pun berada” karena lingkungan sangat berpengaruh bagi seseorang. Jika seseorang tidak bisa mempengaruhi lingkungan, maka lingkunganlah yang akan mempengaruhinya.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitamu menjelaskan, “Di mana pun engkau berada maksudnya tempat mana saja engkau berada, baik manusia melihatmu maupun tidak melihatmu.”

Terkadang ada orang yang bertaqwa di masjid tapi tidak bertaqwa di tempat kerja. Buktinya ia bisa shalat berjamaah dan berdzikir di masjid tetapi korupsi. Terkadang ada orang yang bertaqwa di majelis taklim tetapi saat di pasar ia mencurangi timbangan. Ada pula orang yang bertaqwa di rumahnya tetapi selingkuh di luar kota. Taqwa yang sempurna adalah taqwa di mana pun berada. Taqwa di segala lingkungan tempat ia berada.  

Baca juga: Hadits Arbain ke-4

3. Keutamaan taqwa

Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan banyak keutamaan taqwa. Pertama, orang yang bertaqwa akan mendapatkan bimbingan-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. (QS. Al-Anfal: 29)

Al-Furqan adalah ilmu dan petunjuk yang membuat seseorang bisa membedakan yang benar dan yang salah lalu mengikuti kebenaran tersebut.

Kedua, orang yang bertaqwa akan mendapatkan ampunan-Nya.

وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal: 29)

Ketiga, orang yang bertaqwa akan mendapatkan solusi dan rezeki. Allah menjamin solusi orang yang bertaqwa atas permasalahan yang dia hadapi. Juga menjamin rezeki, bahkan dari arah tak terduga sebagaimana firman-Nya:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya …  (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Keempat, orang yang bertaqwa akan Allah masukkan ke dalam surga.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (QS. Ali Imran: 133)

4. Bersegera tobat

Dalam hadits 18 Arbain Nawawi ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mengiringi keburukan dengan kebaikan.

وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا

Iringilah kesalahanmu dengan berbuat baik.

Menurut Syekh Ismail Al-Anshari, keburukan (as-sayyi’ah) adalah meninggalkan sebagian kewajiban atau menjalankan sebagian perbuatan yang haram. Sedangkan meninggalkan sebagian hal yang sunnah atau menjalankan sebagian hal yang makruh tidak termasuk dalam kategori as-sayyi’ah.

Setiap manusia pasti pernah melakukan dosa, kesalahan, dan keburukan. Keburukan (as-sayyi’ah) akan tetap ada kecuali jika pelakunya bertobat dan melakukan berbagai kebaikan. Hadits ini mengajarkan untuk segera bertobat.  Selain menyesal, memohon ampun, dan berhenti melakukan keburukan tersebut, langkah yang harus ditempuh adalah bersegera memperbanyak kebaikan.

Menghapus di sini ada dua makna. Menurut Al-Fakihani, berdasarkan dhahir hadits, kesalahan tersebut dihapus dari buku catatan amal. Menurut Al-Qurthubi, catatannya tetap ada tapi tidak dimintai pertanggungjawaban.

Baca juga: Hadits Arbain ke-5

5. Akhlak mulia

Poin ketiga setelah taqwa di mana pun berada dan mengiringi keburukan dengan kebaikan, Rasulullah memerintahkan untuk mempergauli manusia dengan akhlak mulia.

وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Dan pergaulilah manusia dengan akhlak mulia.

Dalam hadits ini terkandung perintah untuk bergaul dengan manusia. Dan ini lebih utama daripada hidup sendiri memisahkan diri dari masyarakat. Imam Nawawi menjelaskan, bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik merupakan cara hidup Rasulullah dan para Nabi, khulafaur rasyidin, para sahabat Nabi, dan tabi’in. Demikian pula pendapat para ulama seperti Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, (QS. Al-Maidah: 2)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia. (HR. Thabrani; hasan)

Manusia tidak mungkin memenuhi kedua perintah ini jika tidak bergaul dengan manusia. Bagaimana mungkin seseorang menolong orang lain dan berbagi manfaat kepada orang lain jika ia tidak berinteraksi dengan manusia lainnya?

Interaksi dan pergaulan ini harus dibangun di atas landasan akhlak mulia. Akhlak mulia merupakan tanda sempurnanya iman dan taqwa. Kebaikan manusia ditentukan oleh kebaikan akhlaknya.

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah; shahih)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah juga menjadikan akhlak mulia sebagai standar kebaikan seseorang. Semakin baik akhlaknya, semakin baik orang itu.

يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ ؟ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Wahai Rasulullah siapakah manusia terbaik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya?” (HR. Ahmad dan Thbarani; shahih lighairihi)

Imam Ghazali menjelaskan, akhlak yang baik adalah ilmu, akal, iffah (menjaga diri), keberanian, ketaqwaan, kemuliaan, dan semua perbuatan yang baik. “Semua sifat-sifat ini tidak hanya ditampilkan oleh pancaindra tetapi juga oleh cahaya mata hati dan batin,” tulis beliau dalam Ihya’ Ulumuddin.

Semoga hadits Arbain Nawawi 18 ini mendorong kita untuk bertaqwa di mana pun kita berada, bersegera bertobat dan memperbanyak kebaikan setelah terpeleset berbuat keburukan, serta mengedepankan akhlak mulia dalam bergaul dengan sesama manusia. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

< Hadits sebelumnyaHadits berikutnya >
Arbain Nawawi 17Arbain Nawawi 19

SILAKAN BERI TANGGAPAN

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini