Beranda Dasar Islam Hadits Hadits Arbain Nawawi 9: Menyikapi Perintah dan Larangan

Hadits Arbain Nawawi 9: Menyikapi Perintah dan Larangan

0
menyikapi perintah dan larangan - hadits arbain nawawi 9
ilustrasi (baznas)

Dalam syariat Islam, ada perintah dan ada larangan. Demikian pula dalam Al-Qur’an dan hadits juga ada perintah dan ada larangan. Bagaimana menyikapi perintah dan larangan? Hadits Arbain Nawawi ke-9 menjadi panduannya.

Arbain Nawawi (الأربعين النووية) adalah kitab Imam An Nawawi rahimahullah yang menghimpun hadits-hadits pilihan. Jumlahnya hanya 42 hadits, tetapi mengandung pokok-pokok ajaran Islam. Hadits ke-9 ini berisi panduan bagaimana menyikapi perintah dan larangan serta menjelaskan apa yang menjadi penyebab kebinasaan umat terdahulu.

Arbain Nawawi 9 dan Terjemah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Baca juga: Hadits Arbain ke-2

Penjelasan Hadits

hadits arbain nawawi 9

Hadits Arbain Nawawi 9 ini merupakan riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdu Syam. Sedangkan nama aslinya pada masa Islam adalah Abdurrahman bin Shakr sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah sebutkan di awal hadits ini.

Abu Hurairah berasal dari Kabilah Daus. Ia masuk Islam berkat dakwah Thufail bin Amr Ad-Dausi radhiyallahu ‘anhu. Awalnya, Thufail yang datang ke Makkah bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu masuk Islam. Kemudian Rasulullah berpesan agar Thufail kembali ke Kabilah Daus dan berdakwah di sana.

Beberapa lama kemudian, Thufail kembali menghadap Rasulullah sembari mengadukan kondisi kaumnya yang menolak dan mendustakan Islam. Ia minta Rasulullah mendoakan agar Allah menghukum Kabilah Daus. Namun, Rasulullah justru mendoakan agar Kabilah Daus mendapat hidayah. Beliau juga berpesan agar Thufail lebih sabar berdakwah.

Kesabaran Thufail membuahkan hasil. Abu Hurairah adalah orang pertama yang masuk Islam berkat dakwahnya. Lalu satu per satu penduduk Daus masuk Islam. Pada tahun 7 hijriah saat terjadi Perang Khaibar, Abu Hurairah bersama Thufail dan penduduk Daus datang ke Madinah bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Abu Hurairah yang saat itu berusia 26 tahun dan belum menikah memilih menjadi ahlus suffah. Menghindari kesibukan dunia, tinggal di serambi Masjid Nabawi, sehingga bisa selalu mengikuti Majelis Nabi. Juga bermulazalah, selalu menyertai ke manapun Rasulullah pergi.

Oleh karena itu, meskipun hanya empat tahun berjumpa Rasulullah, Abu Hurairah menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Hurairah meriwayatkan 5.374 hadits dan salah satunya adalah hadits ini.

Kata fajtanibuuhu (فاجتنبوه) artinya maka jauhilah. Sedangkan fa’tuu (فأتوا) artinya adalah maka lakukanlah. Dalam riwayat Imam Muslim, ada yang menggunakan faf’aluu (فافعلوا) yang artinya juga maka kerjakanlah.

Ahlaka (أهلك) maknanya menjadi penyebab kebinasaan, mendatangkan hukuman di dunia dan akhirat. Sedangkan katsratu masaa’ilihim (كثرة مسائلهم) artinya banyak bertanya, terutama dalam hal yang tidak perlu.

Baca juga: Hadits Arbain ke-3

Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting

Hadits ke-9 Arbain Nawawi ini memiliki kedudukan yang sangat penting. “Hadits ini merupakan dasar-dasar Islam yang sangat penting dan merupakan jawami’ul kalim yang hanya dimiliki Rasulullah. Di dalamnya tercakup berbagai hukum,” kata Imam Nawawi.

Berikut ini lima poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-9:

1. Menyikapi larangan

Kandungan pertama hadits Arbain Nawawi 9 ini merupakan penjelasan dari bagian pertama sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ

Apa saja yang aku larang, maka jauhilah.

Rasulullah memberikan panduan bagaimana menyikapi larangan. Yakni menjauhi apa yang beliau larang. Dan tentu saja apa yang Allah larang juga beliau larang. Apa yang beliau larang juga Allah larang.

Apa yang Rasulullah larang terbagi menjadi dua. Pertama, larangan yang sifatnya haram. Menyikapi larangan jenis ini, tinggalkan dan jauhilah semuanya, kecuali karena darurat.

Misalnya membunuh, berzina, minum minuman keras, berjudi, mencuri, korupsi, ghibah, namimah, dan sebagainya. Semuanya harus kita tinggalkan. Tidak boleh mencari-cari alasan, misalnya: “Saya tidak bisa meninggalkan judi karena tidak punya pekerjaan lain.” Atau beralasan, “Saya korupsi tapi untuk saya bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.”

Kedua, larangan yang sifatnya makruh. Menyikapi larangan jenis ini, meninggalkannya lebih baik karena akan mendapatkan pahala meskipun melakukannya tidak sampai terkena dosa. Misalnya larangan ke masjid untuk orang yang makan bawang.

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ

Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia shalat di rumahnya. (HR. Bukhari)

Larangan ini bersifat makruh sehingga lebih baik kita tidak makan bawang ketika akan pergi ke masjid atau membersihkan mulut terlebih dahulu agar masuk masjid bau mulut kita tidak mengganggu jamaah lainnya.

Baca juga: Hadits Arbain ke-4

2. Pengecualian akibat darurat

Pada prinsipnya, seluruh  yang haram  harus dijauhi. Namun, dalam kondisi darurat, ada pengecualian. Darurat di sini terutama terkait keselamatan jiwa.

Misalnya, Ammar bin Yasir yang dipaksa menjelekkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Atau orang yang kelaparan dan akan mati jika tidak makan bangkai, maka bangkai itu menjadi halal baginya.

Contoh kedua ini pernah terjadi pada masa Abdullah bin Mubarak rahimahullah. Setelah menyelesaikan ibadah haji, ia tertidur. Dalam tidurnya, Abdullah melihat dua malaikat sedang bercakap-cakap di langit. Salah seorang bertanya jumlah jamaah haji dan malaikat lainnya menjawab.

“Berapa orang yang hajinya diterima?”
“Tidak satu pun.” Jawaban ini membuat Abdullah gemetar.

“Namun, ada seseorang yang hajinya Allah terima meskipun ia tidak berangkat. Berkat dia, seluruh jamaah haji ini hajinya Allah terima.”

“Siapa orang tersebut?”
“Sa’id bin Muhafah, tukang sol sepatu di Kota Damaskus.”

Sepulang haji, Abdullah bin Mubarak pergi mencari Sa’id bin Muhafah. Setelah bertemu, ia mengabarkan mimpinya. “Mengapa engkau tidak jadi berangkat haji dan bagaimana hajimu justru Allah terima?”

“Saya sendiri tidak tahu apakah niat haji saya Allah terima. Karena saya memang tidak jadi berangkat haji. Ceritanya, bertahun-tahun saya menabung untuk berhaji. Terkumpul 350 dirham. Menjelang berangkat haji, istri saya yang hamil mencium aroma ayam bakar. Ia ngidam berat.

Lantas saya pun mencari sumbernya. Ternyata dari sebuah gubuk yang reot. Terlihat seorang janda dan enam orang anaknya sedang membakar ayam. Saya mengutarakan keinginan istri saya dan siap membayarnya berapa pun. Namun, janda itu menjawab, “Daging ini halal untuk kami, haram untuk Tuan.”

Saat saya tanya sebabnya, ia pun menceritakan bahwa mereka kelaparan karena sudah beberapa hari tidak makan. Mereka menemukan bangkai ayam lalu membakarnya.

Saya lagsung terenyuh. Bagaimana mungkin saya pergi haji sedangkan ada orang yang sangat membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup. Lalu pulang dan memberikan uang saya kepada mereka.”

Baca juga: Hadits Arbain ke-5

3. Menyikapi perintah

Kandungan ketiga hadits Arbain Nawawi 9 ini merupakan penjelasan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian.

Rasulullah memberikan panduan bagaimana menyikapi perintah. Yakni hendaklah kita mengerjakannya semampu kita.

Apa yang Rasulullah perintah terbagi menjadi dua. Pertama, perintah yang sifatnya wajib. Menyikapi perintah jenis ini, kita wajib melaksanakan dan sedikitpun tidak boleh menyepelekan. Kecuali jika hilang salah satu syarat wajibnya atau karena ada halangan dalam pelaksanaannya.

Misalnya zakat mal. Jika harta kita tidak memenuhi nishab, berarti tidak wajib zakat. Contoh lain misalnya puasa Ramadhan. Orang yang sedang safar atau sakit, boleh berbuka pada hari itu dan wajib meng-qadha’ pada bulan lainnya.

Kedua, perintah yang sifatnya sunnah. Maka, lebih baik mengerjakan perintah-perintah ini meskipun boleh ditinggalkan. Karena dengan melakukannya akan mendapatkan pahala.

Dalam bab puasa, misalnya adalah makan sahur, menyegerakan berbuka, dan lain-lain. Secara detail bisa kita baca di Sunnah Puasa.

Baca juga: Hadits Arbain ke-6

4. Penyebab kehancuran umat terdahulu

Kandungan keempat hadits Arbain Nawawi 9 ini merupakan penjelasan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.

Rasulullah menyebutkan dua penyebab kehancuran umat terdahulu. Pertama, terlalu banyak bertanya. Kedua, menyelisihi para nabi.

Terlalu banyak bertanya

Misalnya, Bani Israil yang banyak bertanya saat mendapatkan perintah menyembelih sapi betina.

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (٦٧) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ (٦۸) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ (٦۹) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ (٧۰) قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الْآَنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ (٧١)

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.”  Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”

Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”  Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”  Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (QS. Al-Baqarah: 67-71)

Menyelisihi para Nabi

Penyebab kedua kebinasaan umat terdahulu adalah menyelisihi para Nabi. Lagi-lagi yang menjadi contoh adalah Bani Israil. Mereka bukan hanya menyelisihi tetapi bahkan membunuh Nabi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لَقَدْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَأَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ رُسُلًا كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ

Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (QS. Al-Maidah: 70)

Baca juga: Hadits Arbain ke-7

5. Macam pertanyaan

Hadits Arbain Nawawi 9 ini tidak melarang semua pertanyaan, tetapi pertanyaan tertentu. Sebab ada pertanyaan yang justru diperintah, ada pertanyaan yang dilarang, dan ada pertanyaan yang mubah.

Jenis pertanyaan pertama terdiri dari pertanyaan yang hukumnya fardhu ‘ain, fardhu kifayah, dan mandub (sunnah). Yang fardlu ‘ain misalnya pertanyaan urusan agama yang wajib baginya seperti thaharah, shalat, dan lain-lain. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl: 43)

Yang fardlu kifayah misalnya mendalami masalah fiqih, mendalami hadits, tafsir, dan sebagainya. Yang mandub misalnya menanyakan berbagai amalan sunnah.

Sedangkan pertanyaan yang dilarang terdiri dari pertanyaan yang haram dan pertanyaan yang makruh. Yang haram misalnya pertanyaan yang mendatangkan dosa, mengejek, substansinya menentang Rasul-Nya. Yang makruh misalnya pertanyaan yang tidak dibutuhkan, pertanyaan tentang sesuatu yang didiamkan oleh syara’.

Terakhir adalah pertanyaan yang mubah. Yaitu pertanyaan-pertanyaan selain yang masuk kategori di atas. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

< Hadits sebelumnyaHadits berikutnya >
Arbain Nawawi 8Arbain Nawawi 10