Sesungguhnya ikhlas adalah hakikat ajaran Islam dan merupakan kunci dakwah para Rasul Alaihimussalam. Sebab, dengan sikap ikhlas yang ada dalam hati semua ibadah seseorang akan diterima. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. Al–Bayyinah: 5).
Allah Ta’ala berfirman,,
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik)” (QS. Az–Zumar :3).
Dalam surat lain Allah Ta’ala berfirman,
اَلَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al–Mulk: 2).
Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Fudhail bin Iyadh berkata,“Maksudnya adalah amalan yang paling ikhlas dan yang paling benar.”
Orang-orang bertanya kepadanya, “Wahai Abu Ali, apa amalan yang paling ikhlas dan yang paling benar itu?”
Maka ia menjawab,
“Sesungguhnya amalan perbuatan jika dikerjakan dengan ikhlas tapi caranya tidak benar, maka ia tidak diterima. Begitu juga halnya, jika dikerjakan dengan cara yang benar tapi tidak ikhlas maka tidak akan diterima pula, sampai amalan tersebut dikerjakan dengan ikhlas dan benar.
Ikhlas adalah amalan tersebut dikerjakan hanya untuk Allah semata, sedangkan benar adalah amalan yang sesuai dengan Sunnah (Hadits).”
Kemudian Fudhail membaca firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al–Kahfi: 110).
Firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan.” (QS. An–Nisaa`: 125).
Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya adalah orang yang beramal dengan ikhlas hanya untuk Allah Ta`ala, maka ia beramal dengan penuh keimanan dan berharap pahala dari Tuhannya.”
Dengan demikian, Islam adalah mengikhlaskan tujuan dan amalan hanya untuk Allah. Sedangkan Ihsan adalah meniti jalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan mengikuti sunnahnya.
Adapun orang yang beramal tidak karena Allah Ta’ala, maka Allah menceritakan tentang mereka dalam Al-Qur`an,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”(QS. Al-Furqaan: 23).
Maksudnya adalah amalan yang tidak sesuai dengan Sunnah atau dengan amalan tersebut seseorang berharap selain kepada Allah Ta’ala.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Beramallah Dengan Ikhlas, Jauhilah Syirik (Bagian 2)