Beranda Dasar Islam Fiqih Cara dan Waktu Terbaik Istihdad (Mencukur Bulu ‘Rahasia’)

Cara dan Waktu Terbaik Istihdad (Mencukur Bulu ‘Rahasia’)

0
istihdad
ilustrasi (emaze.com)

Rasulullah mensabdakan bahwa Istihdad merupakan salah satu sunnah fitrah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ ، وَالاِسْتِحْدَادُ ، وَنَتْفُ الإِبْطِ ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ ، وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Ada lima hal yang termasuk fitrah; khitan, istihdad, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memangkas kumis” (HR. Bukhari dan Muslim)

Istihdad artinya adalah mencukur bulu kemaluan. Lima manfaat istihdad telah diketahui di zaman modern yakni kebersihan terjaga, terhindar dari bau, sehat, meningkatkan sensitifitas saat berhubungan, dan lebih higienis bagi wanita. (Baca: 5 Hikmah Istihdad)

Lalu ada pertanyaan, bagaimana cara istihdad dan kapankah waktu terbaik melakukan istihdad?

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa istihdad bisa dilakukan dengan cara menggunting atau memotong rambut ‘rahasia’ tersebut. Bisa pula dengan mencabut atau mencukurnya.

Dari beberapa cara itu, yang paling mudah dan nyaman adalah mengguntingnya. Sebab jika mencukur dengan alat cukur, sebagian orang khawatir bisa terkena kulit yang sangat sensitif di area itu. Sedangkan jika dicabut, maka rasanya akan sakit. Menggunting relatif aman dan tidak timbul rasa sakit sama sekali.

Sedangkan waktunya, Sayyid Sabiq menjelaskan, menggunting bulu ‘rahasia’ itu disunnahkan setiap pekan. Sedangkan maksimalnya, paling lama seseorang diperbolehkan membiarkan bulu ‘rahasia’ itu selama empat puluh hari. Tidak boleh lebih.

Sebagaimana hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu:

وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“(Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) memberi tempo kepada kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan menggunting bulu kemaluan agar tidak dibiarkan begitu saja lebih dari empat puluh malam” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Wallahu a’lam bish shawab. [Ibnu K/Bersamadakwah]