Bulan Rabiul Awal adalah bulan maulid Nabi. Sebab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal. Mengambil momentum ini, umat Islam biasanya kembali menguatkan kecintaan kepada beliau baik dengan ceramah maulid Nabi maupun cara lainnya. Di antara ceramah maulid Nabi yang menyentuh hati adalah pembahasan mengenai hadits rindu.
Bagaimana hadits rindu tersebut? Apakah hati kita tersentuh dengannya? Kita bisa langsung mengukurnya dengan membaca ceramah maulid Nabi di bawah ini.
Daftar Isi
Rindu Rasulullah kepada Ikhwan-nya
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits di dalam Musnad-nya, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَدِدْتُ أَنِّى لَقِيتُ إِخْوَانِى
“Aku rindu ingin sekali bertemu dengan saudara-saudaraku.”
Para sahabat heran. Rasulullah sedang bersama mereka, tetapi beliau rindu dengan saudara-saudaranya. Mereka pun bertanya,
أَوَلَيْسَ نَحْنُ إِخْوَانَكَ
“Bukankah kami ini saudara-saudaramu (ya Rasulullah)?”
Wajar para sahabat bertanya demikian. Sebab merekalah orang-orang yang paling dekat dengan Rasulullah. Merekalah yang beriman ketika manusia lain pada saat itu mendustakan. Merekalah yang berjuang bersama, membela, dan berkorban untuk Rasulullah. Adakah orang lain yang lebih berhak menjadi saudara Rasulullah?
Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنْتُمْ أَصْحَابِى وَلَكِنْ إِخْوَانِى الَّذِينَ آمَنُوا بِى وَلَمْ يَرَوْنِى
“Kalian adalah para sahabatku. Saudara-saudaraku adalah orang-orang yang beriman kepadaku walaupun mereka belum pernah bertemu denganku.”
Masya Allah, ternyata orang-orang yang Rasulullah rindukan adalah generasi setelah Sahabat Nabi. Yakni mereka yang beriman kepada beliau meskipun tidak pernah bertemu beliau.
Meskipun ada ulama yang berpendapat mereka adalah para tabi’in dan tabi’ut tabi’in, mayoritas ulama tidak membatasi pada dua generasi itu. Namun, sesuai matan hadits tersebut, berlaku untuk seluruh generasi umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Termasuk generasi kita.
Jawaban Rasulullah ini sangat wajar membuat sahabat ‘iri’ sebab ada generasi sesudah mereka yang Rasulullah rindukan. Bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai saudara. Dan selayaknya membuat kita berkaca-kaca karena beliau begitu merindukan umatnya dan semoga kita termasuk di antara umat yang beliau rindukan. Pertanyaannya, sedalam mana kita merindukan beliau?
Maulid Nabi adalah Rahmat
Kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah rahmat besar bagi manusia, bahkan rahmat bagi alam semesta. Sebab beliau adalah rahmatan lil ‘alamin.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya: 107)
Sejak bayi, rahmat Rasulullah sudah dirasakan oleh orang-orang Mekkah dan jazirah Arab. Menjelang kelahiran Nabi Muhammad, pasukan Gajah di bawah pimpinan Abrahah hendak menghancurkan Ka’bah. Penduduk Mekkah ketakutan. Mereka sama sekali bukan tandingan yang setara bagi pasukan gajah. Namun, Allah membinasakan pasukan gajah sebelum mereka berhasil menyentuh Ka’bah.
Kelahiran Rasulullah juga merupakan rahmat bagi keluarga besar Bani Hasyim yang seketika menyambut gembira. Juga merupakan rahmat bagi keluarga Halimah di Bani Sa’ad yang menyesui dan membesarkan Rasulullah sewaktu bayi.
Halimah tidak merasa berat menggendong Rasulullah. Seketika itu pula, ASI-nya yang semula tidak keluar menjadi lancar. Keledai yang ia naiki berubah menjadi perkasa. Unta tua pengangkut barang yang ia bawa serta juga menjadi kuat dan menghasikan susu berlimpah hingga mengenyangkan keluarganya.
Tiba di Bani Sa’ad, tanah Halimah menjadi subur lagi berkah. Domba-dombanya pulang dengan kenyang.
Kelahiran Rasulullah juga menjadi rahmat bagi semesta. Allah tidak akan menurunkan azab yang menghancurkan seluruh umat manusia, selagi beliau ada di tengah-tengah mereka. Meskipun saat itu kafir Quraisy berada dalam kesesatan yang nyata dan permusuhan mereka parahnya luar biasa.
Setelah beliau menjadi Nabi dan Rasul, rahmatnya semakin terasa. Begitu banyak orang yang mendapatkan hidayah hingga nantinya selamat dari neraka. Manusia yang semula jahiliyah kemudian berubah menjadi peradaban mulia. Generasi demi generasi mendapatkan rahmat ini, hingga akhir zaman menjelang kiamat nanti.
Cinta Nabi yang Menyentuh Hati
Kepada umat yang belum pernah berjumpa, Rasulullah rindu dan menyebut mereka saudara. Sedangkan untuk seluruh umat, Rasulullah memiliki tiga karakter yang Allah abadikan dalam firman-Nya:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At Taubah: 128)
Pertama, aziizun ‘alaihi maa anittum. Berat terasa olehnya penderitaanmu.
Sejak usia 38 tahun, Rasulullah merasakan beratnya penderitaan umat. Beliau risau hingga tiap tahun ber-tahannuts di Gua Hira pada bulan Ramadhan. Pada Ramadhan ketiga, ketika usia beliau 40 tahun, beliau mendapatkan wahyu pertama, Surat Al-Alaq ayat 1-5. Allah mengangkat beliau menjadi Nabi.
Sejak saat itu, lebih berat lagi bagi beliau merasakan penderitaan umat. Hingga pada akhir hayat, yang beliau sebut adalah “ummatii, ummatii.”
Bahkan, saat menjelang wafat, putri beliau Fatimah radhiyallahu ‘anha bertanya, “Apakah sakaratul maut sakit ya Rasulullah.” Rasulullah justru meminta kepada Allah agar sakitnya sakaratul maut umat ditanggung beliau.
Andaikan beliau tidak menanggung sebagian sakaratul maut umatnya, tentu sakaratul maut yang umat ini rasakan berlipat-lipat.
Kedua, hariishun ‘alaikum. Sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian.
Beliau sangat menginginkan keimanan dan keselamatan umat. Maka, siang malam beliau berdakwah. Juga tak mau umat beliau mendapat azab. Bahkan, ketika disakiti oleh kaumnya, hal itu tidak menghentikan dakwah beliau. Beliau membalas keburukan dengan doa kebaikan.
Dari Sirah Nabawiyah, kita mendapati contohnya saat beliau dakwah di Thaif. Beliau tidak hanya mendapatkan perlakuan kasar, tetapi juga pengusiran dan lemparan batu yang membuat kaki beliau berdarah-darah. Dalam kondisi demikian, malaikat Jibril dan malaikat penjaga gunung datang.
“Wahai Rasulullah, Allah telah mengetahui perlakuan penduduk Thaif kepadamu. Jika engkau mau, aku timpakan dua gunung ini kepada mereka,” kata malaikat penjaga gunung.
Apa jawaban Rasulullah? “Tidak. Justru aku berharap keturunan mereka akan menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya.”
Ketiga, bil mu’miniina ra’uufur rahiim.
Rasulullah sangat penyayang kepada orang-orang mukmin. Karenanya beliau menyimpan doa pamungkas sebagai syafaat di akhirat kelak. Ketika orang-orang kepanasan, kehausan, dan ketakutan di padang mahsyar, Rasulullah akan memanggil umatnya untuk beliau beri minum di telaga kautsar. Orang yang telah minum dari telaga itu takkan kehausan lagi selama-lamanya.
Dan di saat semua manusia bingung berharap pertolongan, mereka mendatangi sejumlah Nabi mulai Adam, Musa, hingga Isa, semuanya tak ada yang bisa memberikan syafaat. Akhirnya mereka semua datang kepada Nabi Muhammad dan beliau pun memberikan syafaat kepada umatnya.
Rindu dan Cinta Kita kepada Rasulullah
Jika demikian besar rindu dan cinta Rasulullah kepada umatnya, bagaimana rindu dan cinta kita kepada beliau? Pada momentum peringatan maulid Nabi ini, marilah kita merenung dan bermuhasabah.
Sudahkah kita memperbanyak membaca sholawat Nabi? Sebab di antara tanda cinta adalah banyak menyebut nama kekasihnya. Dan sebaik-baik menyebut nama Rasulullah adalah dengan bershalawat kepada beliau. Siapa yang paling banyak shalawatnya, kelak paling berhak mendapat syafaat Rasulullah.
أَوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً
“Orang yang paling berhak mendapatkan syafa’atku di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi)
Selanjutnya, sudahkah kita berusaha untuk meneladani beliau? Sebab bukti cinta paling konkrit kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti dan meneladani beliau.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab: 21)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Mengikuti dan meneladani beliau, artinya juga otomatis kita mengamalkan sunnah-sunnah beliau. Apa yang Rasulullah perintahkan, kita laksanakan. Apa yang Rasulullah larang, kita tinggalkan. Semoga dengan demikian, Rasulullah merindukan dan mencintai kita. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]