Walimah memang sebuah keniscayaan dalam sebuah pernikahan. Bisa berwujud perayaan atau untuk sekadar mengumumkan bahwa si dia dan si dia telah melangsungkan ikatan resmi. Bagi yang dapat undangan walimahan, ini sebagai ajang silaturahim atau mempererat kekerabatan.
Walimah sendiri diambil dari kata bahasa Arab yakni al-Walam yang bermakna berkumpul, ngariung (Sunda). Sepasang pengantin (suami dan istri) sudah berkumpul secara sah, baik secara agama maupun catatan negara. Akan tetapi walimah juga bisa punya makna makanan yang disediakan sebagai ekspresi kebahagiaan. Pendeknya, inti dari kondangan atau walimahan itu adalah makan. Tentu saja yang menyediakan sohibul bait alias yang punya hajatan, baik dari pengantin maupun orangtua kedua belah pihak.
1. Acara makan-makan, jangan lupa mengundang mereka yang jarang makan makanan enak.
Mengapa perlu mengundang orang papa? Bila yang diundang hanya yang kaya, atau mereka yang dirumahnya biasa ada makanan enak, maka walimah itu akan terkesan buruk.
“Seburuk-buruk makanan ialah makanan (walimah) yang hanya mengundang orang-orang kaya, tetapi meninggalkan orang-orang miskin.” (HR. Muslim)
Sekali lagi, kondangan itu adalah tentang makan. Apabila yang diundang mereka yang tidak mau makan (banyak orang kaya), apa gunanya? Kecuali yang hadir sedang berpuasa wajib. Maka dianjurkan untuk meneruskan puasanya dan berdoa keberkahn untuk kedua pengantin. Akan tetapi bila puasa sunnah, maka orang tersebut boleh memilih untuk berbuka, dan makan di lokasi kondangan.
2. Walimahan sesuai budget atau kemampuan finansial lebih dicintai.
Lebih baik budget sesuaikan kemampuan. Mencari pinjaman demi sebuah gengsi hanya bikin naik tensi.
3. Inti dari kondangan itu makan, oleh sebab itu mereka yang diundang sangat dianjurkan untuk mendatanginya.
Yang ada adalah kemubaziran jika makan yang disiapkan malah tidak dimakan, lantaran tidak ada yag hadir.
Mazhab Syafii menilai menghadiri walimahan itu sebagai fardhu ain. Artinya dalam pandangan mazhab ini yang tak bisa memenuhi kondangan bisa kena dampak bernama dosa.
Sementara yang lain menilai menghadiri undangan walimahan itu sebagai sebuah kewajiban, sebagian lagi menilai itu hukumnya sunnah.
Hanya saja kewajiban tersebut bisa luntur atau gugur apabila ada kemunkaran di tempat kondangan tersebut seperti dangdutan yang mengundang biduanita berbadan seksi, menari erotis atau menyanyi yang mengundang syahwat. Nikah yang jadinya sebagai ibadah malah jadi ajang menjauhkan pengantin dari sakinah.
4. Walimahan itu bukan sebuah alasan untuk meninggalkan sholat, apalagi menjamak.
Tak sedikit pengantin perempuan yang meninggalkan sholat. Konon, tebalnya bedak dan gaun yang ribet jadi alasan. Padahal tebalnya bedak tak bisa menggugurkan kewajiban sholat pada waktunya. Pengantin yang punya hajatan, dan pengantin atau keluarga pengantin yang hak untuk mengatur. Jangan jadikan walimahan jadi ajang merontokkan keimanan. Wallahua’lam [Paramuda/ BersamaDakwah]