“Saya baru saja menyelesaikan operasi, alhamdulillah langsung berangkat,” ucapan dokter spesialis bedah syaraf itu membuatku bergetar. Hanya Allah yang mampu menggerakkan beragam profesi untuk bergerak seperti ini.
Dan ia bukan dokter satu-satunya. Sebab yang berada di sampingnya adalah teman seprofesi juga, dari rumah sakit yang sama.
Bahkan bukan dokter spesialis satu-satunya. Sebab seorang dokter spesialis mata juga berangkat bersama seluruh keluarganya. Kecuali seorang putri yang tak bisa ikut ke Jakarta karena hari ini ia harus melaunching rumah makan perdananya.
Pengusaha, jumlahnya lebih banyak lagi. Dari pengusaha kecil sampai yang omsetnya milyaran.
“Aku berjanji, kalau ada Aksi lagi aku akan ikut,” kata seorang pemuda yang baru merintis usaha. Ia tertinggal saat Aksi 411 dan 212.
Seorang pengusaha busana muslim dan properti yang sebulan omsetnya mencapai milyaran, juga berangkat ke Jakarta. Sewaktu Aksi 212 ia tak bisa hadir karena masih keliling di beberapa negara.
Seorang teman yang menduduki jabatan di perusahaan minyak, dini hari sudah sampai Masjid Istiqlal bersama anggota keluarganya. Ia sengaja mengambil cuti untuk bisa ikut Aksi 112 ini.
Sekali lagi, hanya Allah yang mampu menggerakkan beragam profesi untuk bergerak seperti ini. Dialah yang menguasai hati hambaNya. Maka seruan-Nya akan menggerakkan umat, dan tak bisa dibendung. Sebab Dialah pemilik Al Maidah 51. Dialah pemilik kalam suci. Yang jika Dia telah berkehendak, maka Dia menunjukkan kuasaNya; menggerakkan orang-orang beriman yang cinta Alquran.
Orang yang tak memahami logika iman ini, akan terperangah melihat lautan massa. Dari mana mereka datang. Pemberitaan Aksi 112 ini tidak semasif aksi 411 dan aksi 212.Yang memprakarsai pun bukan GNPF MUI. Dua ormas besar juga menahan diri. Bahkan banyak upaya menghalang-halangi. Namun dini hari, lantai 1 dan lantai 2 Masjid Istiqlal sudah penuh. Umat berdatangan bagai air bah; dari berbagai sudut di Jakarta. Dari berbagai daerah dengan bus, kendaraan pribadi, pesawat dan kereta.
Orang yang tak memahami kuasaNya, mereka masih saja mencari-cari siapa sutradara intelektualnya. Lalu mereka pun salah langkah; membendung manusia, menghalang-halangi manusia, padahal masalah utamanya karena menista kalam suciNya. Seharusnya sikap terbaik adalah bertaubat kepadaNya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]