Beranda Dasar Islam Hadits Hidangan Penghuni Surga (2)

Hidangan Penghuni Surga (2)

0
ilustrasi makanan (hdw)

Lanjutan dari Hidangan Penghuni Surga

Tafsir hadits

Berkaitan dengan makna Tangan Allah Ta’ala sudah diketahui dan maksudnya bukanlah tangan yang digunakan untuk menyakiti makhluk. Tangan yang dimaksud sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala.

Sungguh, Allah Ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيْرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Asy-Syûrâ [42]: 11).

Maksud hadits di atas adalah bahwa Allah Ta’ala menciptakan bumi ini seperti roti, yaknik roti yang besar layaknya hidangan bagi penghuni surga. Allah Ta’ala Maha Berkuasa dia atas segala sesuatu.

Perkataan orang Yahudi, “Lauk-pauk mereka adalah palam dan nun.”

Para sahabat bertanya, “Apakah itu?“

Orang Yahudi tersebut menjawab, “Yaitu banteng dan ikan paus, yang sisa hatinya saja (sebongkah daging yang terpisah dan menempel pada hati) bisa disantap oleh tujuh puluh ribu orang.”

Kata النُّوْنُ (nun) berdasarkan kesepakatan ulama maksudnya adalah ikan paus. Sedangkan terkait makna بَالاَمُ, ada banyak pendapat ulama dalam mengartikannya.

Di antara pendapat yang paling kuat dan dipilih oleh Al-Qadhi dan ulama-ulama peneliti hadits adalah bahwa lafal tersebut berasal dari bahasa ibrani yang maksudnya adalah sapi jantan (banteng).

Oleh karena itu, ketika mendengar kalimat tersebut para shahabat lalu bertanya kepada orang Yahudi; sekiranya kalimat itu dari bahasa Arab; tentu para shahabat memahaminya dan tidak perlu menanyakan maksudnya kepada orang Yahudi itu.

Pendapat inilah yang lebih kuat disbanding yang lainnya.

Sementara itu, lafal, “sisa hatinya“ maksudnya, sebongkah daging yang terpisah dari hati namun menempel padanya, dan itu merupakan bagian yang paling bagus dari hati.

Perkataan orang Yahudi, “bisa disantap oleh tujuh puluh ribu orang.“

Al-Qadhi menafsirkan, “Ada kemungkinan mereka itu adalah tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa dihisab; maka diberikan kepada mereka hidangan khusus yang paling bagus.

Ada kemungkinan bahwa juga lafal tujuh puluh ribu itu untuk menerangkan jumlah yang banyak dan bukan hanya untuk membatasi jumlahnya sampai tujuh puluh ribu orang; hal seperti ini sudah dipahami dalam percakapan bahasa arab.“ Wallahu A‘lam.

Sabda Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sekiranya ada sepuluh orang Yahudi yang mengikutiku; maka tidak ada satu pun orang yahudi yang berada di muka bumi ini kecuali dia akan masuk agama Islam.”

Penulis kitab At-Tahrir menjelaskan, sepuluh orang yahudi itu maksudnya ialah sepuluh rabi Yahudi. Demikian dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]