Ada kisah menarik yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Ratib an-Nabulsyi saat khutbah Jumat tertanggal 2 Juli 2010. Sebuah kisah inspiratif terjadi di Amsterdam yang sangat menarik untuk disimak.
Sudah menjadi kebiasaan di hari jumat, seorang imam masjid dan seorang anaknya yang baru berumur 11 tahun membagi brosur di jalanan dan keramaian. Sebuah brosur dakwah yang berjudul “Thariiqun Ilal Jannah” (Jalan menuju surga).
Tapi hari itu cuaca sangat dingin, ditambah hujan gerimis yang membuat setiap orang benar-benar merasa malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal musim dingin dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara dan hembusan angin yang membuat gigil. Lalu ia berkata kepada ayahnya,”saya sudah siap ayah!”
“Siap untuk apa, Nak?”
“Ayah, bukankah ini waktunya untuk menebarkan brosur ‘Jalan menuju jannah’?
”Udara di luar sangat dingin, apalagi gerimis.”
“Tapi Ayah, meskipun udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka.”
“Ayah tidak tahan dengan cuaca dingin di luar.”
“Ayah, jika diijinkan saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.”
Sang ayah diam sejenak lalu berkata, ”Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.”
Anak itu pun keluar ke jalanan kota untuk membagikan brosur kepada setiap orang yang ditemuinya. Tapi tidak ada banyak orang yang ia temui di jalanan. Benar apa yang ia duga, orang-orang malas keluar rumah atau bepergian di cuaca yang dingin seperti itu.
Dua jam berjalan, dan brosur di tangannya tersisa beberapa lembar lagi. Jalanan sepi dan ia tidak lagi menjumpai orang-orang yang lalu lalang di jalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, dan tak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun ada satu rasa yang seakan menghalanginya untuk melangkah pergi. Ia merasa sayang jika melewatkan satu pintu. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk pintu dengan agak keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga ada suara derap kaki menghampiri pintu tersebut. Pintu itu terbuka dan ada wanita tua keluar dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan yang dalam dan berkata, ”Ada yang bisa dibantu wahai anakku?”
Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, ”Nek, mohon maaf jika saya mengganggu Anda. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda, dan saya membawa brosur dakwah untuk Anda yang menjelaskan bagaimana Anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperoleh rihonya.”
Anak itu pun menyerahkan brosurnya dan sebelum melangkah pergi wanita itu sempat berkata, ”Terima kasih Nak.”
Sepekan kemudian…..
Usai shalat Jumat, seperti biasa imam masjid berdiri untuk menyampaikan sedikit tausiyah lalu berkata, ”Adakah diantara hadirin yang ingin bertanya atau ingin mengutarakan sesuatu?”
Di barisan belakang, terdengar seorang wanita tua berkata, “Tak ada di antara hadirin ini yang mengenaliku dan baru kali ini saya datang ke tempat ini. Jumat yang lalu saya belum menjadi seorang muslimah, dan tidak pernah sekalipun terpikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan yang lalu suamiku meninggal, dan ia satu-satunya orang yang kumiliki dan kucintai di dunia.
Hari jumat yang lalu, saat udara sangat dingin diiringi gerimis, saya kalap karena tidak ada lagi tersisa harapan untuk meneruskan hidup dalam ketertekanan batin yang amat sangat. Maka saya mengambil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku, saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri di kursi lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher saya. Saya memutuskan untuk bunuh diri.
Tapi tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah dari lantai bawah. Saya menunggu sesaat dan tidak menjawab, ’paling sebentar lagi pergi,’ batinku.
Tapi ternyata bel berdering lagi dan kudengar ketukan pintu semakin keras terdengar, lalu saya lepas tali yang melingkar di leher dan saya turun untuk sekedar melihat, siapa yang mengetuk pintu.
Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dan dengan senyuman laksana malaikat dan aku belum pernah melihat bocah itu sebelumnya. Ia mengucapkan kata-kata yang menyentuh sanubariku. ”Saya hanya ingin mengatakan bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.” kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul ‘jalan menuju surga’
Aku pun segera menutup pintu dan aku membaca isi brosur itu. Setelah rampung membacanya, hatiku bergetar karenanya. Ada yang salah dalam hidupku. Aku naik ke lantai atas untuk melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya.
Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada Ilah yang hak selain Dia.
Dan karena alamat markaz dakwah tertera di brosur itu, maka saya datang ke sini sendirian untuk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimakasih kepada kalian, khususnya malaikat kecil yang telah mendatangiku pada saat yang tepat.
Mengalirkan air mata para jamaah yang hadir di masjid, gemuruh takbir. Allahu Akbar. Menggema di ruangan. Sementara sang imam turun dari mimbar menuju shaf paling depan tempat dimana puteranya yang tak lain ‘malaikat kecil’ itu duduk. Sang ayah mendekap dana mencium anaknya diiringi tangis haru. Allahu Akbar. [Mubarak]