Beranda Kisah-Sejarah Sirah Nabawiyah Sirah Nabawiyah, Hijrah ke Habasyah

Sirah Nabawiyah, Hijrah ke Habasyah

0
hijrah ke habasyah
ilustrasi (pinterest)

Kaum musyrikin Makkah telah mengembangkan berbagai cara untuk menghadang laju dakwah. Mulai dari ejekan dan celaan hingga penyiksaan. Enam cara Quraisy menghadang dakwah tersebut telah kita bahas pada artikel sebelumnya.

Hijrah ke Habasyah yang Pertama

Sejak pertengahan tahun keempat kenabian, intimidasi dan penyiksaan atas kaum muslimin semakin menjadi. Orang-orang kafir Quraisy menteror kaum muslimin dengan sangat keras. Saat itulah Allah menurunkan Surat Al Kahfi yang menginspirasi kaum muslimin dengan tiga kisah. Yakni kisah Ashabul Kahfi, kisah Khidhr dan Musa, serta kisah Dzul Qarnain.

Pada kisah Ashabul Kahfi inilah terdapat inspirasi hijrah. Sebagaimana firman-Nya:

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. Al Kahfi: 16)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun lantas memerintahkan sebagian sahabat nabi untuk berhijrah ke Habasyah. Beliau tahu bahwa pemimpin Habasyah saat itu, Ashhamah An Najasyi, adalah raja yang adil dan tidak membiarkan orang dizalimi di hadapannya.

Pada Rajab tahun kelima kenabian, berangkatlah 12 laki-laki dan 4 wanita ke Habasyah. Mereka dipimpin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Meskipun berangkat sembunyi-sembunyi pada malam hari, gerakan mereka terendus orang-orang kafir Quraisy. Namun saat Quraisy tiba di pantai, rombongan kapal yang dinaiki muhajirin telah berangkat.

Di Habasyah, muhajirin hidup dengan aman. Namun pada bulan Syawal mereka pulang ke Makkah setelah terdengar kabar bahwa orang-orang Quraisy telah masuk Islam. Mendekati Makkah, barulah muhajirin tahu bahwa apa yang mereka dengan adalah hoax. Orang-orang Quraisy belum masuk Islam. Mereka hanya bersujud karena terpesona dengan Al Quran, ketika Rasulullah membaca Surat An Najm.

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. An Najm: 62)

Menyadari hal itu, muhajirin pun masuk ke Makkah secara sembunyi-sembunyi. Ada pula yang masuk Makkah dengan jaminan keamanan tokoh yang mereka kenal.

Hijrah ke Habasyah yang Kedua

Tekanan dan siksaan dari orang-orang Quraisy semakin menjadi. Rasulullah pun memerintahkan hijrah untuk kedua kalinya. Hijrah kedua ini lebih sulit karena Quraisy semakin meningkatkan kewaspadaan. Namun Allah memudahkan 83 laki-laki dan 18 wanita untuk berangkat ke Habasyah.

Mengetahui banyak kaum muslimin yang hidup aman di Habasyah, para pemuka Quraisy tak mau tinggal diam. Mereka mengutus Amr bin Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah menghadap Najasyi. Dengan membawa berbagai hadiah dan persiapan diplomasi, keduanya datang ke Habasyah.

Setelah mendekati para uskup penasehat Najasyi dengan berbagai hadiah, keduanya pun bertemu Najasyi.

“Wahai Tuan Raja, sesungguhnya ada sejumlah orang bodoh dari negeri kami yang telah menyusup ke negeri Tuan. Mereka ini memecah belah agama kaumnya, juga tidak mau masuk ke agama Tuan. Mereka datang dengan membawa agama baru yang mereka ciptakan sendiri,” Amr bin Ash sejak masa jahiliyah memang pandai beretorika. Ia meminta Najasyi mengembalikan kaum muslimin ke Makkah dengan berbagai alasan. Para uskup yang telah diberi hadiah, ikut menguatkan perkataan Amr bin Ash.

Namun Najasy yang dikenal adil itu tak mau langsung mengambil keputusan. Ia panggil delegasi kaum muslimin untuk dikonfrontasi. “Seperti apakah agama kalian sehingga memecah belah kaum dan kalian juga tak masuk agama kami?”

“Wahai Tuan Raja,” kata Ja’far bin Abu Thalib sang juru bicara muhajirin. “Dulu kami memeluk agama jahiliyah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat mesum, memutus persaudaraan, menyakiti tetangga dan yang kuat menzalimi yang lemah. Lalu Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan kami sendiri yang kami ketahui nasab, kejujuran, amanah dan kesucian dirinya.”

Ja’far menjelaskan ajaran Islam dan bagaimana agama tersebut mengubah perilaku-perilaku jahiliyah. Namun kaumnya memusuhi dan menyiksa kaum muslimin. “Maka kami pun pergi ke negeri Tuan dan memilih Tuan daripada orang lain. Kami gembira mendapat perlindaungan Tuan dan berharap agar kami tidak dizalimi di sisin Tuan.”

Kemudian Najasyi meminta dibacakan sebagian ajaran Nabi Muhammad. Ketika Ja’far membaca awal Surat Maryam, Najasyi menangis hingga membasahi jenggotnya. “Sesungguhnya ini dan yang dibawa Isa benar-benar keluar dari satu cahaya yang sama.”

Amr bin Ash tidak menyerah. Besoknya, ia datang lagi menghadap Najasyi dan memprovokasi bahwa Nabi Muhammad bicara yang tidak-tidak tentang Isa. Kaum muslimin pun dipanggil untuk kembali dikonfrontasi.

Kaum muslimin sempat khawatir kalau Najasyi marah. Namun Ja’far bertekad mengatakan yang sebenarnya. “Wahai Tuan Raja, kami katakan seperti yang dikatakan Nabi kami bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci.”

Mendengar itu, Najasyi mengambil sebatang lidi dari lantai. “Demi Allah, perbedaan Isa bin Maryam dari apa yang kau katakan tadi tak lebih besar dari batang lidi ini.”

Hidup di Habasyah dengan Aman

Amr bin Ash dan rombongannya pulang ke Makkah dengan tangan hampa. Mereka gagal mempengaruhi Najasyi untuk mendeportasi kaum muslimin. Propaganda mereka yang menjelekkan para sahabat mentah. Para pemuka Quraisy hanya bisa kecewa dan marah.

Di Habasyah, kaum muslimin bisa tinggal dengan aman dan tenang. Mereka bisa beribadah tanpa gangguan. Mereka bebas berislam tanpa disakiti dan dicelakai.

Meskipun demikian, bukan berarti di Habasyah kaum muslimin tidak menghadapi godaan. Dalam keseharian yang nyaman, justru ada yang terseret dalam gemerlap dunia hiburan. Akhirnya murtad meninggalkan Islam. Ubaidillah bin Jahsy, namanya. Suami dari Ummu Habibah binti Abu Sufyan.

Dalam kondisi yang sangat sedih, Ummu Habibah menerima lamaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummu Habibah menerimanya dengan penuh kesyukuran. Maka jadilah ia ummul mukminin, meskipun masih terpisah jarak.

Kelak, kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah ini mendengar Rasulullah telah hijrah ke Madinah dan meraih kemenangan demi kemenangan. Maka mereka pun menyusul Rasulullah hijrah ke Madinah. Ja’far dan orang-orang asy’ariyyin baru menyusul ke Madinah seusai perang Khaibar.

Rasulullah menyambut mereka dengan bahagia. Beliau bersabda, “Demi Allah, aku tidak tahu manakah di antara keduanya yang membuatku bergembira; penaklukan Khaibar atau kedatangan Ja’far.” [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 < SebelumnyaBerikutnya >
 Quraisy Menghadang DakwahUmar Bin Khattab Masuk Islam
Selengkapnya (urut per bab)
Sirah Nabawiyah