Seorang teman mengeluhkan tetangganya satu kompleks perumahan. Tetangganya kini tak berbuat banyak di masjid atau kegiatan syiar Islam di manapun berada. Merandek. Padahal dulu dikenal sebagai kader dakwah senior yang tangan dan kakinya begitu lincah untuk menebarkan kebaikan. Sudah mencari tahu apa penyebabnya namun alasannya tak begitu berarti. Ramah tamah dengan hal remeh temeh.
Tentu kita pernah melihat sosok itu di sekitar kita bukan? Di sekolah, di kampus, di tempat kerja, di sekitar rumah kita, atau hai, lihat yang di depan itu. Depan cermin. Barangkali yang di depan cermin itu pula yang ikut merandek dalam dunia dakwah.
Dalam beberapa momentum, kerap kita mendengar ungkapan yang masuk ke telinga: laisat al-‘ibrah bi al-katsrah, innamâ bi al-barakah. Yang penting bukan banyak, tapi berkah. Ada lagi ungkapan: al-harakah fîhâ al-barakah. Keberkahan ada pada pergerakan. Yang penulis tekankan adalah keberkahan dalam pergerakan.
Pada banjir di Jakarta akhir Februari kemarin, penulis ikut turun ke lokasi banjir. Di ‘tempat kejadian peristiwa’ tersebut penulis melihat beberapa ikhwan berjanggut–maupun tidak berjanggut–sigap membantu korban banjir. Mereka berpakaian khusus menyingsingkan lengan menolong dengan tangan sendiri. Ada yang membawa perahu karet, membawa perlengkapan yang dibutuhkan korban banjir. Sebut saja relawan seperti Aksi Cepat Tanggap, Relawan Indonesia, dan juga ada dari partai berlabel dakwah yang ikut turun.
Apa jadinya jika ikhwan hanya asyik bersujud di masjid, hanya mendengarkan kajian dan tidak turun ke jalan? Jika bertumpu pada ibadah harian saja dan ‘main aman’, barangkali inilah yang disebut dalam alquran sebagai orang yang celaka dengan sholatnya.
Ikhwan bertipikal di atas hanya akan menjadi ikhwan yang seperti air menggenang. Dalam ilmu ekologi, perairan menggenang (lentik) merupakan suatu bentuk ekosistem perairan yang di dalamnya tidak memegang peranan penting. Ia juga mempunyai sifat permukaan yang tenang dan juga bersifat datar. Flat. Mudah sekali tercemar dan kemungkinan untuk menjadi polutan sangat tinggi.
Berbeda dengan ikhwan bertipikal air yang mengalir. Ia mengalir dan menjernihkan. Menyuburkan tanaman dan memberi manfaat pada ekosistem di sekitarnya. Juga bergerak menuju ke atas melawan gaya gravitasi bumi. Kapilaris!
Pada medan perjuangan, kita bisa melihat pada peperangan Qadisiyah muncul inisiatif yang luar biasa dari pasukan beriman. Salah seorang pasukan islam yang tak dikenal berinisiatif membuat gajah untuk membiasakan kuda pasukan islam melihat gajah dan tak ikut menghadapi gajah yang dibawa pasukan Persia.
Tak hanya di situ, al Qa’qa bin Amr memberi usulan agar memberikan kostum menyeramkan pada sejumlah unta milik kaum muslimin. Sampai hari ketika peperangan tiba, kuda pasukan islam tak gentar dan tak ciut menyerang pasukan Persia yang membawa gajah. Sedangkan kuda Persia lari karena melihat kostum menyeramkan yang digunakan kuda pasukan islam. Islam memperoleh kemenangan.
Apa jadinya jika para pasukan Islam itu menggenang dan tidak mengalirkan inisiatif? Kekalahan. Minimal kalah dengan (iman) diri sendiri. [Paramuda/BersamaDakwah]