Sesungguhnya, termasuk rahmat Allah Ta’ala adalah kesedihan atau apa pun yang tidak diinginkan, yang dialami manusia, tidak ada yang berlangsung selamanya, tetapi selalu berakhir dengan meninggalkan dampak-dampak positif dan berbagai manfaat bagi orang yang terkena musibah.
Hal tersebut bisa berbeda-beda sesuai taufik Allah yang diberikan kepada seseorang di satu sisi, dan di sisi lain sesuai kesadaran dari orang yang terkena musibah itu sendiri dalam memetik buah dari peristiwa yang dialaminya, dalam mengharapkan pahala di sisi Allah, dan dalam memandang secara positif terhadap bencana itu.
Tentu saja, hanya kepada Allah-lah kita memohon taufik dan pertolongan untuk memperoleh segala kebaikan dan dalam menolak segala keburukan.
Patut diingatkan di sini bahwa kesedihan -sekalipun pada umumnya terdapat manfaat-manfaat dan akibat-akibatnya yang terpuji-, tetapi kesedihan itu sendiri sebenarnya tidak dikehendaki dalam Islam, karena sering kali menyebabkan kegelisahan dan keruhnya tabiat manusia.
Selain itu, adanya dampak-dampak negatif yang terkadang mengalahkan manfaat-manfaatnya.
Oleh karena itu, setiap muslim sebisa mungkin harus melawan bahaya dan apa pun yang tidak diinginkan, meringankan apa-apa yang mungkin diringankan, dan bersikap sabar yang baik terhadap hal-hal yang tidak bisa dihindari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Tidak ada perlawanan ketika kita menganggap sesuatu sebagai suatu musibah dan sekaligus menganggapnya sebagai suatu nikmat.”
Maksudnya, jika ditinjau dari kepedihan yang dirasakan, sesuatu itu merupakan musibah, tetapi ditinjau dari segi rahmat yang dihasilkan ia merupakan nikmat.
Ini sama halnya dengan orang sakit yang meminum obat yang pahit. Ditinjau dari pahitnya, obat itu musibah, tetapi juga merupakan nikmat ditinjau dari segi kemampuannya menghilangkan penyakit yang tentu lebih berbahaya daripada rasa pahit itu. Apalagi jika keburukan yang lebih rendah itu telah hilang, niscaya obat tersebut menjadi lebih besar nikmatnya.
Selain itu, pada kesempatan yang lain, Ibnu Taimiyah berkata,
“Apa pun yang dialami manusia, jika hal tersebut menyenangkannya, itu jelas merupakan sebuah nikmat dan jika menyedihkannya, maka hal tersebut tetap merupakan nikmat ditinjau dari segi menghapus kesalahan-kesalahannya dan diberi pahala apabila dia bersabar menerimanya.
Begitu juga ditinjau dari sisi bahwa apa yang dialami itu tetap memuat hikmah dan rahmat yang tidak dia ketahui.”
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Inilah 3 Hikmah di Balik Kesedihan (Bagian 2)