Pidato politik adalah satu hal yang sudah dipraktikkan para pemimpin dunia semenjak masa silam. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemimpin umat Islam. Setelah dilantik sebagai khalifah, Abu Bakar Ashiddiq dan Umar bin Khathab menyampaikan pidatonya di depan khalayak ramai agar rakyat mengetahui visi dan misinya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Abu Bakar dilantik sebagai khalifah di Saqifah Bani Sa’idah beberapa hari setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam wafat, karena beliau tidak mewasiatkan secara langsung siapa yang menggantikan beliau sebagai pemimpin tertinggi umat Islam sedunia.
Hal ini berbeda dengan Umar bin Khathab. Dia menjadi khalifah berdasarkan keputusan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq dan disetujui oleh kaum muslimin. Abu Bakar sangat khawatir jika dia tidak menunjuk khalifah kedua, akan terjadi kekosongan kepemimpinan di tengah-tengah umat Islam.
Setelah Abu Bakar wafat, kaum muslimin berbaiat secara umum kepada Umar di Masjid Nabawi. Umar pun menerima amanah kekhalifahan itu meski dia tidak berambisi sama sekali untuk menjadi khalifah.
Umar naik ke atas mimbar Nabi, namun dirinya menolak untuk berdiri persis di tempat Abu Bakar berdiri. Hal itu disampaikannya terus terang kepada semua orang.
Umar berkata, “Allah tidak menganggap diriku berhak menempati majelis Abu Bakar.” Maka dia menuruni satu anak tangga mimbar.
Kemudian dia menghadap ke kaum muslimin dan memulai pidatonya,
“Wahai manusia, sesungguhnya aku diangkat sebagai pemimpin kalian. Seandainya bukan karena adanya harapan agar aku menjadi yang terbaik untuk kalian, yang terkuat atas kalian, dan yang paling kuat memikul urusan kalian, aku tidak akan bersedia menjadi pemimpin kalian. Cukuplah bagi Umar untuk menunggu perhitungan dari Allah.
Jika aku tahu bahwa ada orang lain yang lebih kuat memikulnya daripada diriku, maka leherku dipenggal lebih aku sukai daripada aku menjadi pemimpinnya.”
Umat melanjutkan pidatonya,
“Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan diangkatnya aku sebagai pemimpin dan menguji aku dengan kalian. Allah menetapkan aku atas kalian setelah dua sahabatku tiada.
Demi Allah, tidaklah datang padaku sesuatu dari perkara kalian, lalu seseorang selain aku mengurusnya, dan tidaklah sesuatu itu tak tampak olehku, lalu aku tidak memberikan balasan yang setimpal dan tidak amanah.
Maka, jika orang itu berbuat baik, akan aku balas pula dengan kebaikan. Tetapi jika dia melakukan kejahatan, maka terimalah bencana yang akan aku timpakan kepadanya.”
Setelah itu, Umar menengadahkan tangannya untuk berdoa dan meminta kaum muslimin untuk mengamini. Umar berdoa,
“Ya Allah, aku ini sungguh keras, maka lunakkanlah hatiku. Ya Allah, aku sangat lemah maka berilah kekuatan. Ya Allah, aku ini kikir maka jadikanlah aku orang yang dermawan dan bermurah hati.”
Doanya diaminkan oleh semua kaum muslimin yang hadir.
Dikutip dari buku 10 Shahabat yang Dijanjikan Masuk Surga karya Abdus Sattar Asy-Syaikh.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]