Setelah menikah, pilihan bagi seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga yang baik atau mengejar karier di luar rumah. Memang banyak pendapat di kalangan ulama tentang boleh atau tidaknya seorang wanita bersuami untuk bekerja di luar.
Namun, hal ini bukan menjadi poin yang perlu diperbincangkan panjang lebar. Seorang wanita yang telah menikah harus menjadi istri yang baik bagi suaminya dan ibu yang penyayang bagi anak-anaknya.
Secara umum, keibuan mencakup makna yang luas yaitu membuat inovasi, memberi, mengasihi dan mencintai.
Keibuan adalah watak dasar yang dimiliki setiap makhluk yang berjenis kelamin perempuan, baik dari kalangan hewan, burung, serangga dan manusia.
Watak ini akan semakin kuat dengan adanya proses melahirkan (reproduksi) dan tidak akan hilang setelah melahirkan.
Perempuan yang menjadi ibu adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas orang-orang di bawah kepemimpinannya, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Shahih,
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Wanita adalah pemimpin di (dalam urusan) rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kepemimpinan di sini adalah mendidik anak-anak dan memperhatikan pertumbuhan mereka dalam aspek jasmani, rohani dan intelektualitas.
Seorang ibu harus melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya dengan penuh kesabaran saat memasak, memerhatikan pertumbuhan mereka, menemani mereka ketika sakit atau tidak bisa tidur.
Seorang ibu harus begadang terlebih dahulu sebelum anak-anaknya tidur dengan nyenyak, menunggu kepergian anaknya ke sekolah sampai pulang kembali, bersedih atas sakit anaknya sampai benar-benar sembuh, bersedih atas anaknya yang menerima cobaan sampai benar-benar melewatinya dengan baik.
Wanita shalihah adalah wanita yang berani mengorbankan segala sesuatu yang dimilikinya termasuk kariernya, jika tidak bisa dikompromikan dengan kepentingan anak-anak dan suaminya.
Tidak sebaliknya, mengorbankan anak-anak demi karier profesionalnya.
Seorang ibu yang shalihah juga tidak butuh pembantu, panti asuhan, kerabat, tetangga, para pemilik toko atau orang lain dalam mendidik anak-anaknya agar mereka tidak menjadi korban pergaulan bebas dan menjadi sasaran penculikan dari orang-orang jahat.
Apa yang didapat seorang istri jika anak-anaknya menjadi perampok, pengemis, pecandu narkoba, dan lain sebagainya?
Tentu saja, yang didapatnya hanyalah penyesalan.
Sebaliknya, apa yang diperoleh seorang ibu jika anak-anaknya sukses dalam sekolah dan kuliahnya?
Tentu saja, dia akan mendapatkan ketenangan hati dan ketenteraman dalam hidupnya.
Semoga para ibu bisa menjadi teman bagi anak-anaknya, baik dalam suka maupun duka.
Disarikan dari tulisan Shafa Syamandi dalam buku Kuni Aniqah.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]