Menjelang sore, dua Anak Adam ini mengucap janji. Malam nanti, mereka akan jalan ke sebuah majlis taklim yang berlokasi di sebuah masjid Agung, di pusat kota. Berdua. Satu motor. Berboncengan.
Lantaran jarak perjalanan yang bisa ditempuh dalam lima belas menit, si laki-laki menyambangi teman yang sudah janjian sebelumnya itu setengah jam sebelum waktu Isya’. Pikir mereka, jalan dulu, shalat ‘Isya sekaligus di lokasi kajian.
Sekalian agar datang lebih awal, jadi tidak tertinggal materi kajian.
Sampai di rumah yang dijemput, laki-laki penjemput disambut dengan senyum hangat, jabat tangan mesra yang dilanjut dengan cium tangan takzim. Setelah itu, sembari menunggu bapak dan ibunya, yang menjemput disuguhi makanan ringan dan minuman ala kadarnya.
Ngobrol sejenak.
Mereka pun pamit. Berangkat menuju masjid. Berboncengan berdua. Laki-laki pengendara dipegang pinggangnya oleh si penumpang. Agak dicengkeram. Agar tidak terjatuh. Sembari jalan, keduanya berbincang santai yang ditingkahi angin malam, cahaya lampu dari kendaraan lain, dan perasaan bungah di dalam pikiran masing-masing. Sesekali, terloncatlah tawa ceria dari keduanya.
Entah apa yang mereka bicarakan.
Sampai di masjid, tepat saat muadzin mengumandangkan panggilan cinta. Adzan. Panggilan untuk membesarkan Allah Ta’ala, bersyahadat kepada-Nya dan Nabi-Nya, dilanjutkan dengan seruan menuju shalat, menggapai kemenangan.
Adzan kelar. Keduanya berpisah. Masuk melalui pintu masing-masing.
Dalam hening pengajian, ketika ustadz yang ditunjuk menyamapaikan ceramah, kedua Anak Adam dan pasangan sejenis lainnya bagai disambar petir. Sosok agak gemuk dengan kulit hitam yang duduk santai berceramah menyampaikan, “Jangan sampai ada di antara kita yang masuk neraka melalui pintu masjid ini!”
“Laki-laki dan perempuan. Si laki-laki memanggil perempuan dengan ‘Umi’. Perempuannya menyahut dengan ‘Abah’. Pas ketemu, si perempuan mencium tangan laki-laki. Dilanjut jalan, mereka berboncengan sambil bercanda. Padahal bukan muhrim. Pacaran.
“Mereka menyangka telah berbuat baik. Mengunjungi pengajian. Dalihnya silaturahim. Sok islami-islami. Di-arab-arab-kan. Apalagi? Ketika diingatkan malah membantah. Jadilah mereka ini masuk neraka melalui pintu masjid, jika tidak segera bertaubat kepada Allah Ta’ala.”
Allah Ta’ala Mahabaik. Dia hanya menerima yang baik-baik. Jangan sampai kita mengerjakan kebaikan dengan cara yang buruk. Apalagi mendatangi kajian dengan pacar yang diharamkan, lalu keras kepala tidak mau bertaubat kepada Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]
“Allah Ta’ala Mahabaik. Dia hanya menerima yang baik-baik. Jangan sampai kita mengerjakan kebaikan dengan cara yang buruk. Apalagi mendatangi kajian dengan pacar yang diharamkan, lalu keras kepala tidak mau bertaubat kepada Allah Ta’ala.”
Ampuni hamba yang penuh dengan biaya umroh kekurangan dan khilaf.
Komentar ditutup.