Tidak semua bacaan dalam shalat yang kini sampai kepada kita diajarkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada bacaan yang merupakan ‘inisiatif’ sahabat tetapi setelah diketahui Rasulullah kemudian mendapatkan legitimasi. Bukan sekedar disetujui oleh Rasulullah, tetapi juga disebutkan keutamaannya.
Salah satunya adalah bacaan doa iftitah. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, seorang sahabat yang menjadi makmum Rasulullah mengucapkan doa yang terdengar oleh jamaah di sampingya.
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً
“Sungguh Allah Mahabesar, segala puji hanya bagiNya dengan pujian yang banyak. Mahasuci Allah di pagi dan petang hari”
Setelah shalat, Rasulullah bertanya kepada para sahabat beliau. “Siapa yang tadi mengucapkan kalimat ini dan ini?” Rupanya beliau mendengar doa itu.
“Saya, ya Rasulullah,” jawab sahabat tadi.
Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ
“Aku takjub dengan doa itu. Pintu-pintu langit dibuka karenanya.”
Mendengar keutamaan ini, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu sangat tertarik. Ibnu Umar adalah sahabat yang sangat cerdas. Ia tak ingin kehilangan kesempatan agung nan mulia: pintu-pintu langit dibuka. Artinya bacaan itu bukan bacaan sembarangan. Jika pedagang sangat mengharapkan dibukanya pintu rezeki, maka para ulama sangat berharap dibukanya pintu langit untuk kebaikan dan amal-amal mereka. Maka sejak saat itu, Ibnu Umar selalu membaca kalimat tersebut sebagai doa iftitah setiap kali shalat.
Syaikh Abdul Ilah bin Husain Al ‘Afraj menjelaskan dalam Mafhum Al Bid’ah wa Atsaruhu fil Fatwa (Konsep Bid’ah dan Toleransi Fiqih), bahwa doa semacam ini merupakan contoh adanya hal baru yang ‘diciptakan’ sahabat dan disetujui oleh Rasulullah. Dalam ulumul hadits, hal seperti ini disebut sebagai hadits taqriri. Yakni perkataan atau perbuatan sahabat yang disetujui oleh Rasulullah. Sebab, ada pula hal baru –baik perkataan atau perbuatan sahabat- yang tidak disetujui oleh Rasulullah sehingga sahabat tersebut tidak meneruskannya. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/bersamadakwah]