Sebelum menjadi Khalifah, laki-laki ini terkenal sebagai pribadi yang kaya raya. Suka berlama-lama dalam memoles diri di depan cermin, banyak memberikan harta dan perhiasan kepada istrinya, bajunya pun berasal dari kain halus yang mahal harganya.
Namun, sesaat setelah diangkat menjadi pemimpin kaum Muslimin sebagai Khalifah kedelapan Dinasti Bani Umayah, kehidupan laki-laki ini berbalik seratus delapan puluh derajat, tak ubahnya langit dan bumi.
Kepada istrinya, ia memberikan opsi. Sebuah pilihan yang amat sukar bagi seorang wanita shalihah yang menyayangi suaminya karena Allah Ta’ala. Laki-laki yang dijuluki sebagai Khalifah kelima kaum Muslimin ini mempersilakan istrinya untuk mengembalikan seluruh emas dan perhiasan yang dia berikan untuk dijadikan sebagai kas negara, atau diceraikan jika bersikukuh dengan segala jenis kekayaan itu.
Lantaran imannya yang tertancap kuat di dalam sanubari, sang istri memilih mengembalikan sebagian besar harta halal yang dia miliki sebagai kas negara, lalu menjalani hidup sederhana mendampingi sang suami, menegakkan kalimat Allah Ta’ala melalui jalur pemerintahan.
Pun dengan seluruh pakaian sang Khalifah. Semuanya diganti. Dari bahan paling halus menjadi kain paling kasar. Hingga suatu ketika, sang Khalifah menolak baju pemberian kaum Muslimin lantaran bahannya terlalu halus. Padahal, sebelum memimpin kaum Muslimin, bahan jenis itu dia bilang paling kasar.
Abu Ja’far al-Manshur, sebagaimana dikutip oleh Hepi Andi Bastoni dalam Majalah Al-Intima’ 69, bertanya kepada Abdul Aziz, anak dari laki-laki ini. “Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Pemimpin kaum Muslimin?”
“Empat puluh ribu dinar,” jawab si anak, lugas.
“Lalu,” lanjut Abu Ja’far sampaikan soalan kedua, “berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?”
“Empat ratus dinar. Itu pun,” terang sang anak yang menyadarkan ayahnya sejak hari pertama menjabat akan ngerinya hisab di akhirat, “jika belm berkurang.”
La haula wa la quwwata illa billah.
Kisah nyata semacam ini hendaknya membuat kita iri. Ada begitu banyak capaian orang-orang terdahulu yang belum bisa ditandingi. Ironisnya, saat disampaikan kisah sejenis ini, banyak sekali kaum Muslimin yang pesimis dan mengganggapnya sebagai kisah belaka, bukan untuk diteladani.
Tidakkah kita kaget membaca riwayat ini? Saat pejabat dan pemimpin kita di berbagai levelnya bertambah kekayaan setelah menjabat berpuluh bahkan ratusan kali lipat, Khalifah kebanggan kaum Muslimin ini, kekayaannya justru berkurang. Hanya tersisa sepuluh persen dari harta yang dimiliki sebelum menjabat.
Semoga Allah Ta’ala meridhai Umar bin Abdul Aziz Radhiyallahu ‘anhu.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]
Semoga ada Pejabat di Indonesia seperti Umar bin Abdul Aziz RA.
Komentar ditutup.