Beranda Kisah-Sejarah Siapa Bilang Sahabat Nabi Miskin-miskin? Inilah Faktanya!

Siapa Bilang Sahabat Nabi Miskin-miskin? Inilah Faktanya!

0
ilustrasi @About Islam

Ketika mendeklarasikan dua kalimat syahadat dan sah keislaman kita, atau kita berislam dari orang tua, sejatinya kita sudah layak mendapat predikat kaya. Kaum Muslimin bukan lagi harus kaya atau tidak boleh kaya. Jika Muslim, ia sudah pasti kaya.

Siapa yang tak mengenal Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib. Pemuda cerdas ini banyak diriwayatkan sebagai laki-laki miskin. Memang demikian, tapi itu di awal pernikahan. Dan kemiskinan itu dijalani dengan sabar hingga Allah Ta’ala karuniakan kekayaan, kemudian menantu sekaligus sepupu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu menjalaninya dengan syukur tak terukur.

Khalifah keempat kaum Muslimin ini, sebagaimana dituturkan oleh Imam Ibnul Jauzi Rahimahullahu Ta’ala dalam Shaidul Khatir pernah memberikan sedekah sebanyak 40.000 dinar. Sedangkan sahabat mulia ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu meninggalkan warisan sebesar 90.000 dinar.

Sedikit di bawah beliau, kita juga memiliki sosok Imam penduduk Mesir yang ahli fiqih, hadits, dan sangat dermawan. Ialah Imam Abul Harits Laits bin Sa’ad yang wafat di tahun 175 Hijriyah memiliki penghasilan sebanyak 20.000 dinar setiap tahunnya.

Satu angkatan dengan beliau, di Makkah al-Mukarramah, kita juga memiliki laki-laki shalih yang sangat masyhur akhlak mulianya. Abu ‘Abdullah Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri atau dikenal dengan Imam Sufyan ats-Tsauri, sebagaimana disebutkan dalam kitab yang sama juga berprofesi sebagai pedagang.

Sedangkan Imam Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Mahdi al-Lu’lu’i atau masyhur dengan sebutan Imam Ibnu Mahdi memiliki penghsailan sekitar 2.000 dinar pertahun.

Jika dihitung dengan kurs saat ini, satu dinar nilainya sekitar 2 juta rupiah. Silakan hitung jumlah penghasilan, nilai sedekah, dan jumlah harta yang diwariskan oleh para sahabat dan imam-imam kaum Muslimin generasi terdahulu.

Anda akan mendapati jumlah yang sangat fantastis, dan angka itulah yang seharusnya kita jadikan motivasi dalam bekerja dengan senantiasa meluruskan niat mematuhi perintah Allah Ta’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bukankah jika harta berada di tangan orang shalih akan digunakan di jalan kebaikan pula? Bukankah jika dikuasai oleh pelaku maksiat, harta pun akan disalurkan dalam berbagai jenis perbuatan sia-sia, dosa, keburukan, dan maksiat?

Bersemangatlah dalam bekerja secara profesional. Sudahi perdebatan. Luruskan niat. Jangan sampai aqidah tergadai dengan urusan remeh soal uang dan variannya.

Wallahu a’lam. [Pirman/Bersamadakwah]