Banyak orang yang melakukan seremonial maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tapi sedikit yang benar-benar bisa menunjukkan kecintaannya kepada sang Baginda. Pesan inilah yang disampaikan oleh Buya Yahya dalam kajian rutin selasa pekan kedua tiap bulan di Masjid Raya al-A’zham Kota Tangerang Banten.
Lebih lanjut, sosok teduh yang cara dakwahnya meneladani kelembutan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari jalur Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ini membeberkan kepada jamaah tentang tiga kiat jitu agar kita benar-benar mencintai Rasulullah, dan beliau pun mencintai kita.
Kerjakan Sunnah dengan Penghayatan Penuh
Saat melakukan sunnah, jelas Buya, sadarilah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun melakukan perbuatan tersebut. Hubungkan hati. Koneksikan jiwa. Pusatkan pikiran. “Sambungkan hati kita,” tutur Buya, “kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Pasalnya, banyak yang melakukan sunnah Nabi, tapi asal-asalan. Mereka hanya melakukan aktivitas fisik sunnah, tanpa upaya yang sunnguh-sungguh untuk menghubungkan hatinya dengan sang Baginda teladan sepanjang zaman.
Lantas, pemimpin Majlis al-Bahjah ini menyarankan untuk memulai melakukan sunnah dari hal yang paling kecil. Minum, misalnya. “Ketika Anda minum, gunakan tangan kanan, duduklah dengan baik, dengan tiga tegukan, baca asma Allah Ta’ala,” lanjut Buya, “sadari, pahami, bahwa seperti itulah dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat minum.”
Keterikatan hati inilah yang jarang dijumpai saat ini. Alhasil, ada banyak kaum Muslimin dari ormas atau harakah mana pun yang mengaku melakukan sunnah dalam pakaian, amalan, dan ibadah, tapi rasanya hambar. Bahkan senyum pun tidak pernah, salaman dengan sesama Muslim tidak pernah, bahkan tanpa tegur sapa saat berjumpa dengan sesama jamaah masjid di jalan, dan lain sebagainya.
Lebih parah lagi, dalam kajian-kajian yang katanya membahas sunnah, meneladani nabi, dan jargon lainnya, yang dibahas justru keburukan jamaah lain hanya karena tidak sama dengan yang dilakukan jamaahnya. Alhasil, kajian yang diklaim sebagai sunnah itu justru menjadi ajang ghibah massal, sarana caci maki terhadap sesama saudara yang shalatnya menghadap ke kiblat yang sama.
Perbedaan pendapat itu tidak mengapa
semisal ada jamaah yg shalat subuh pakai qunut
ada juga jamaah yg tidak pakai qunut
ada yang berjamaah tahlil dan ada juga tidak
ada yg ziarah qubur,ada juga yg tidak
di bikin damai saja
pahala masing2 Allah yg mengetahui
Islam agama damai lemah lembut
tidak boleh saling merasa benar dan menyalahkan
Komentar ditutup.