“Menganggap diri saya “open minded” pake baju minim dengan alasan loh ini kan gue and this is how I express myself,”
Begitu cuplikan kalimat Ratna Galih. Bintang sinetron dan film televisi yang kini berhijrah dan memenuhi kewajiban sebagai seorang muslimah dengan berhijab.
Masa lalu bagi ibu muda tiga anak ini membuatnya sempat bangga ketika itu. Kebarat-baratan. Begini curahan hatinya yang berkisah tentang masa lalu.
****
Bener-bener throwback ke jauh sebelum memahami ajaran islam. Judulnya: Kebarat-baratan vs Keislam-islaman.
Jujur walaupun malu banget, dulu saya bangga banget dengan kebarat-baratan saya, menganggap diri saya “open minded” pake baju minim dengan alasan loh ini kan gue and this is how I express myself. Padahal kadang bikin capek sendiri mikirin penampilan. Mau keluar rumah aja bisa gonta-ganti berkali-kali, tanya diri sendiri deh “buat apa kaya gitu?” Pasti pengen ada pengakuan dari orang kan, lebih spesifiknya lagi biar dibilang waaah sama lawan jenis (nggak sadar terbudaki dengan pemikiran yang ditanamkan begitulah wanita independen yaitu yang bebas mengekspresikan diri). Padahal, demi menyenangkan mata kaum pria gitu?
Dari segi pemikiran, ah agama apa aja yang penting baik sama sesama. Nggak sadar seberapa besar mendzolimi diri sendiri, minum yang merusak diri, berbuat yang dilarang agama dengan alasan tidak menyakiti siapapun. Karena ke sok kebarat-baratan saya, pelan-pelan meninggalkan agama sepenuhnya tanpa saya sadari lama-lama nggak punya tujuan hidup pasti karena berpedoman yang penting nggak nyakitin atau rugiin orang, yang penting bermanfaat.
Berkeluarga, punya anak tapi bingung tujuan awal kenapa sih kita hidup? Toh rutinitasnya sama gitu-gitu aja. Batin nggak puas dong, akhirnya mulai capek ngikutin pola hidup kebarat-baratan (liberal) karena yang saya utamakan hanya diri saya, keluarga dan orang-orang yang dekat dengan saya.
Setelah mengenal Islam dan mencoba sebisa mungkin hidup sesuai ajaran Islam, mulai dari penampilan sadar ngapain pusing-pusing amat mikirin apa kata orang, apalagi sampai berpakaian terbuka demi dapat pengakuan dari orang-orang dan lawan jenis, mending mikirin gimana caranya menjauhkan diri dari fitnah, apalagi udah bersuami.
Kan nggak enak kalau penampilan kita jadi fitnah untuk diri kita sendiri, dengan menutup aurat (saya pun masih terus belajar) orang mulai perlakukan saya dengan penuh penghormatan, dan sangat menghargai.
Dari segi pemikiran: cari tahu tujuan kenapa saya ada di dunia ini yang akhirnya menuntun saya pada (untuk beribadah pada Allah SWT) dengan cara mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan, dalam mematuhi segala perintah itu saya belajar lagi untuk hormat, santun,berbaik hati, rendah diri, berbaik sangka dan masih banyak lagi.. yg ujung-ujungnya mengarahkan saya pada “ketenangan batin yang mantap” karena tahu tujuan hidup kita dan tahu akan ada kehidupan yang abadi setelah ujian di dunia ini.
Jadi kalau bicara throwback banyak hal yang saya malu atas masa lalu saya yang sekaran banyak sekali orang berbangga diri dengan kebarat-baratannya (been there and trust me, ajaran Islam jauh lebih forward dan mendetail) dan yup, i’m so so proud to be a muslim, 100% proud.
Jadi semoga nggak bias antar ke Islam atau kearab-araban walaupun bangga juga dengan kearab-araban (orang bunda saya tersayang keturunan Arab kok ) dan Rasulullah SAW juga Arab kan? Jadi kenapa malu atau tidak bangga. Intinya i’m so proud to call my self a Muslim and Indonesian. [Paramuda/BersamaDakwah]