Kawan-kawan, jangan terlau tegang dalam menjalani hidup. Hiduplah dengan target yang pasti, bahwa kita semua pasti mati dan harus selamat dalam menjalani hidup di akhirat yang abadi.
Kawan-kawan, kisah ini kami hadirkan untuk Anda semuanya. Mudah-mudahan menghibur dan bisa meluruhkan duka yang tengah dirasa. Kisah ini disebutkan oleh Dr ‘Ali Hasyimi dalam buku Membentuk Kepribadian Muslim Ideal menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan para sahabat lain tertawa. Mereka sering mengulang cerita tersebut dan senantiasa tertawa, selama hampir satu tahun.”
***
Adalah Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq yang menjalankan bisnis ke negeri Bushra. Beliau menyertakan dua orang sahabat Nabi yang turut serta dalam jihad di medan Badar. Ialah Nu’aiman dan Suwaibith bin Harmalah Radhiyallahu ‘anhuma.
Didorong oleh rasa lapar, Nu’aiman mendekati Suwaibith yang ditugaskan mengurusi makanan untuk para delegasi bisnis.
“Beri aku makanan,” tutur Nu’aiman.
“Tunggu sampai Abu Bakar ash-Shiddiq datang.” jawab Suwaibith, tegas.
Tak lama setelah itu, Nu’aiman mendatangi para pedagang budak. Ia yang terkenal jenaka bertutur kepada mereka, “Apakah kalian menginginkan budak Arab yang kuat dan perkasa?”
“Sudah tentu,” jawab pedagang budak.
“Budak ini pandai berbicara. Mungkin dia akan berkata ‘Aku orang merdeka’ saat kalian mendekatinya. Ikutlah aku. Jika dia tidak mau, janganlah kalian berupaya memengaruhinya.” tutur Nu’aiman.
“Kami pasti membelinya.” jawab para pedagang budak.
Kedua pihak sepakat. Budak itu dihargai sepuluh ekor unta dewasa.
***
Nu’aiman membawa rombongan pedagang budak itu menuju lapak mereka. Di sana terdapat Suwaibith. Nu’aiman berjalan gagah dengan menggiring 10 ekor unta dewasa miliknya.
Di dekat Suwaibith, Nu’aiman berkata lantang, “ini budaknya. Ambillah.”
“Dia bohong!” seru Suwaibith. Dahinya mengerut, wajahnya memerah. “Aku orang merdeka.” lanjut Suwaibith, menerangkan.
“Dia (Nua’iman),” jawab salah satu pedagang budak, “telah memberitahu kepada kami bahwa kamu akan berkata demikian.”
Leher Suwaibith pun diikat dengan tali. Para pedagang membawanya.
Tak lama kemudian, Abu Bakar ash-Shiddiq kembali dari urusannya. Beliau mendengarkan penuturan para sahabat dan pedagang lain di sekitar lapak tersebut terkait Suwaibith. Lepas mendengarkan dengan cermat, Abu Bakar ash-Shiddiq bersama sahabat lainnya bergegas mendatangi para pedagang budak dengan membawa sepuluh ekor unta dari Nu’aiman.
“Setibanya di Madinah,” tutur Dr ‘Ali Hasyimi, “mereka mengisahkan kejadian tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Beliau dan para sahabat lain yang mendengarnya tertawa. Mereka sering mengulang kisah tersebut dan senantiasa tertawa hampir selama satu tahun.”
Masya Allah… Sungguh, Islam sangat akomodatif terhadap fitrah manusia. Islam menyukai canda, tapi yang benar; bukan canda yang dipenuhi atau dibumbui dusta.
Wallahu a’lam. [Pirman/Bersamadakwah]