La tahzan, jangan bersedih…
Jangan bersedih jika suamimu belum dikehendaki Allah menjadi orang kaya.
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” (QS. An Nahl: 71)
Bagi pasangan mukmin, kaya dan miskin adalah ujian.
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Untuk menguji kalian siapa yang terbaik amalnya” (QS. Al Mulk : 2)
Berbahagialah jika dalam keterbatasannya, suamimu mengejawentahkan sabar dalam kehidupannya. Berbahagialah jika dalam keterbatasannya, suamimu tetap dekat dengan Rabbnya. Berbahagialah jika dalam keterbatasannya, suamimu tak pernah berputus asa. Selalu berikhtiar memburu rezeki halal, dan pada saat yang sama mengajakmu bertawakkal.
Jangan bersedih jika engkau tidak memiliki pembantu, karena keterbatasan suamimu. Mungkin engkau dibesarkan di keluarga yang sederhana, maka engkau telah terbiasa. Atau engkau sebenarnya adalah anak orang kaya dengan fasilitas yang serba ada. La tahzan. Ada teladan-teladan mulia; baik dari keluarga yang sederhana, atau keluarga yang sebenarnya kaya raya.
Fatimah Az Zahra, putri Rasulullah. Siapakah wanita di dunia sekarang ini yang lebih mulia dari dirinya? Tak ada. Rasulullah telah mendidiknya dalam kesederhanaan. Meskipun Rasulullah banyak rezeki, dengan seringnya mendapat hadiah hingga bagian ghanimah,Rasulullah tak mau menyimpannya untuk keluarga. Makanan datang, beliau mengundang para sahabat terutama ahlus suffah agar menikmatinya. Harta datang, beliau segera membagikannya. Habis. Tak tersisa sebelum tiga hari tiba.
Ketika sudah menikah dengan Ali bin Abu Thalib, kondisi Fatimah tak kalah sederhana. Maklum, suaminya adalah penggemar sedekah. Apapun disedekahkan hingga makanan untuk mengganjal perutnya, tak jadi dimakannya karena ada pengemis yang memintanya.
Fatimah tidak memiliki pembantu hingga dia sendiri yang harus menggiling gandum dan berdua bersama suaminya menuntaskan banyak pekerjaan rumah tangga. Padahal suaminya juga sering keluar berjihad dan berdakwah. Jadilah suatu saat ia merasa lelah dan payah.
Ali yang kasihan lalu berkata dengan penuh cinta, “Ayahmu telah kembali dari medan perang dengan membawa beberapa tawanan. Mintalah satu saja untuk membantumu.”
Tak ada yang salah dengan ide itu. Tetapi Fatimah malu. Malu jika harus meminta kepada ayah yang selama ini mengajarinya hidup bersahaja. Maka Ali memberanikan diri menghadap Rasulullah dan mengutarakan maksudnya.
“Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian pinta? Apabila kalian hendak tidur, bacalah tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali. Semua itu lebih baik daripada seorang pembantu.” Demikian jawab Rasulullah seperti diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ali kembali pulang. Bukan dengan membawa pembantu, tapi dengan membawa amalan baru. Dan episode kesederhanaan pasangan mulia itu tetap berlanjut, tak terhenti di situ.
Jika Anda dari keluarga kaya, tengoklah Asma’ binti Abu Bakar. Menurut banyak ulama, kekayaan Abu Bakar lebih banyak daripada kekayaan Utsman bin Affan. Dibesarkan di lingkungan keluarga saudagar, tidak lantas membuat Asma’ menjadi manja dan menuntut gemerlapnya dunia kepada suaminya.
Asma’ yang kemudian menikah dengan Zubair, juga mengecap hidup dalam keterbatasan. Ia rajin melakukan pekerjaan rumah tangga, membuat adonan roti hingga merawat kuda, satu-satunya harta milik Zubair. Bahkan demi merawat kuda itu, Asma’ perlu mengangkat biji-bijian di atas kepalanya dari tempat yang jauh, sejauh sembilan mil.
Suatu ketika Rasulullah melewati Asma’ yang sedang membawa biji-bijian di atas kepalanya. Merasa kasihan, Rasulullah memerintahkan untanya merunduk dan memberi isyarat agar saudari iparnya itu menumpang di belakangnya. Tapi Asma’ tidak mau.
Ketika Zubair mengetahuinya, ia bertanya alasan Asma’ tidak mau. “Aku merasa malu dan mengetahui kecumburuanmu,” jawab putri Abu Bakar itu.
“Demi Allah,” kata Zubair, “kamu membawa biji-bijian di atas kepalamu lebih berat bagiku daripada menunggang unta bersama Rasulullah.”
Wahai saudariku muslimah…
Inilah pribadi-pribadi teladan. Dalam kesederhanaan, mereka menemukan kemuliaan. Dalam keterbatasan harta, mereka menemukan kemelimpahan jiwa. Dalam kelelahan, mereka menemukan kebahagiaan. Merekalah pasangan-pasangan penuh cinta di dunia, dan akan abadi hingga ke surga.
Dengan izin Allah, engkau pun bisa. Engkau dan suamimu pasti bisa. La tahzan. [Muchlisin BK/bersamadakwah]